tirto.id - Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono membantah penangkapan enam mahasiswa yang diduga makar dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora di Istana Negara, Jakarta beberapa waktu lalu tidak sesuai prosedur. Ia menerangkan, penanganan keenam mahasiswa yang menjadi tersangka makar sudah sesuai aturan hukum.
"Saat dilakukan penangkapan, semua sudah ada suratnya. Terhadap kunjungan tahanan, ada SOP atau aturannya, hari Selasa dan Jumat. Jam kunjung tahanan juga ada aturannya," ujar Argo saat dikonfirmasi, Jumat (20/9/2019).
Argo menjelaskan, penanganan keenam tersangka wajar berbeda. Argo beralasan, keenam tersangka pengibar bendera Bintang Kejora itu dijerat pasal makar. Oleh karena itu, pendampingan hukumnya pun berbeda ketimbang kasus lainnya. Ia mengacu pada pasal 115 ayat 2 KUHAP yang menyatakan penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka bila kejahatan menyangkut keamanan negara.
"Itu bukan kasus biasa, tetapi kasus yang berkaitan dengan keamanan negara maka pendampingan kuasa hukum sesuai dengan pasal 115 KUHAP ayat 2 sudah diatur terhadap kasus keamanan negara maka kuasa hukum hanya melihat dari jauh," ujarnya.
Isu polisi tidak menindak prosedural muncul ketika pengacara keenam tersangka makar pengibaran bendera Oky Wiratama melapor ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Oky menyoalkan akses berkunjungnya ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok dihalangi sejak dua minggu terakhir. Padahal menurutnya ia sudah mengajukan surat kuasa hukum saat hendak mengunjungi para aktivis.
"Kami sudah mengikuti prosedur dengan peraturan Kapolri Nomor 4 tahun 2015. Prosedurnya mereka bilang harus ada surat izin dulu baru bisa berkunjung, bertemu rekan-rekan aktivis Papua," ujarnya di Kompolnas, Rabu (18/9/2019).
"Namun saat di Mako Brimob, kami selaku kuasa hukum dihalang-halangi dengan cara yang boleh masuk hanya satu orang dulu."
Selain itu, Oky juga menyoalkan penindakan yang tidak sesuai prosedur seperti tidak ada surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP).
"Dari keenam aktivis ini belum semuanya diberikan surat penangkapan. Baru ada sebagian namun ada yang diverifikasi ke keluarganya. Keluarga belum mendapatkan surat penahanan," ujar Oky.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Andrian Pratama Taher