Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Pogba Jadi Kunci Serangan Balik, Lalu Bagaimana Hentikan Modric?

Perancis harus memaksa Kroasia bermain menyempit dan tetap mengandalkan Pogba untuk melakukan serangan balik

Pogba Jadi Kunci Serangan Balik, Lalu Bagaimana Hentikan Modric?
Ilustrasi Pogba vs Modric

tirto.id - Timnas Perancis lebih sering tampil kaku dan senang bertahan, tetapi tinggal selangkah lagi mereka bisa membuat wajah warganya berseri-seri.

Sekitar 20 tahun lalu, saat timnas Perancis berhasil menjadi juara Piala Dunia 1998, Perancis memperoleh banyak keuntungan. Didier Deschamps, pelatih Perancis, tahu bahwa kemenangan di Piala Dunia bisa mengulang kejadian 20 tahun silam itu – atau memberikan dampak yang lebih hebat. Maka, saat sejumlah pengamat sepakbola mengkritik permainan Perancis kurang asyik, ia justru melontarkan janji, “Saya di sini [menjadi pelatih Perancis] untuk menulis lembaran baru di dalam sejarah.”

Sejauh ini Deschamps tidak membual. Dengan caranya yang membosankan itu, ia berhasil mengantar Perancis ke pertandingan puncak Piala Dunia 2018.

Namun Kroasia bukanlah lawan yang mudah dikalahkan. Anak asuhan Zlatko Dalic tersebut seperti mempunyai nyawa cadangan. Pada fase sistem gugur, dalam perjalanannya menuju final, Kroasia berhasil melewati dua kali drama adu penalti dan satu kali perpanjangan waktu. Saat menghadapi Inggris pada babak semifinal, mereka bahkan berani menerapkan counter-pressing, cara bertahan yang membutuhkan tenaga ekstra, padahal mereka sudah bermain 240 menit di dua laga sebelumnya.

Menghadapi lawan seperti itu, Deschamps sepertinya akan kembali beradaptasi. Perancis kemungkinan akan tetap bermain bertahan tapi dengan pendekatan taktik yang sedikit berbeda dari pertandingan-pertandingan sebelumnya.

Memaksa Korasia Bermain Menyempit

Perancis kemungkinan akan kembali bermain dengan formasi 4-3-2-1 asimetris. Di lini belakang, Benjamin Pavard, Lucas Hernandes, Samuel Umtiti, dan Raphael Varane akan tetap menjadi andalan. Pogba, Kante, akan menjadi double pivot, menopang Kylian Mbappe, Griezmann, dan Matuidi. Jika Matuidi terpaksa absen karena cedera yang dialaminya di pertandingan semifinal, posisinya bisa digantikan Tolisso. Di lini depan, Giroud bisa kembali dipercayai Deschamps.

Saat menghadapi Belgia, Lucas Hernandez dan Benjamin Pavard, duet full-back Perancis, berhasil mengunci pertahanan Perancis hingga sukar ditembus. Pavard berhasil mematikan Hazard sedangkan Hernandes sukses membuat Nacer Chadli kesulitan mengirimkan umpan silang. Hasilnya, Lukaku dan Fellaini yang sering masuk ke dalam kotak penalti saat Belgia bermain melebar, jarang mendapatkan umpan silang yang diinginkan. Lukaku hanya memenangi 2 kali duel udara pada pertandingan itu, sementara Fellaini hanya sekali.

Peran Pavard dan Lucas Hernandez kembali bisa dioptimalkan Deschamps di pertandingan puncak. Namun, Deschamps tidak boleh membiarkan kedua pemain itu bertahan sendirian di sisi lapangan. Tidak seperti Belgia yang mengandalkan kemampuan individu para pemainnya, Kroasia gemar melakukan serangan dari sisi lapangan melalui kombinasi para pemain. Di sisi kanan, Sime Vrsaljko, full-back kanan Kroasia, seringkali mendapatkan bantuan siginifikan dari Luka Modric dan Ante Rebic dalam mengancam gawang lawan. Di sisi kiri, meski Strimic, full-back kiri Kroasia, jarang maju ke depan, kombinasi Perisic dan Rakitic juga sangat berbahaya.

Dengan begitu, Matuidi dan Kante akan sering bergerak ke sisi kiri pertahanan untuk membantu Hernandez bertahan. Di sisi kanan pertahanan, Pogba bisa membantu Pavard. Jika Kroasia kembali bermain dengan formasi 4-1-4-1, saat serangan mereka di sisi lapangan dibatasi, Marcelo Brozovic, pivot tunggal Kroasia, mau tidak mau akan lebih aktif membantu serangan timnya.

Melalui Griezmann, Deschamps bisa memanfaatkan situasi tersebut. Ia bisa menginstruksikan Griezmann menjaga Brozovic sambil berjaga-jaga untuk melakukan serangan balik. Dengan bermain lebih ke dalam, Griezmann juga bisa lebih berdekatan dengan Paul Pogba, pusat transisi serangan Perancis. Saat Brozovic maju ke depan, Pogba dan Griezmann bisa memanfaatkan celah yang ditinggalkan pemain Inter tersebut untuk memulai serangan balik.

Pogba Menjadi Pusat Transisi Serangan Balik

Dalam salah satu kolomnya di Guardian, Marcel Desailly memprediksi Kylian Mbappe, Antonie Griezmann dan Ousmane Dembele bisa menjadi bintang Perancis di Piala Dunia 2018. Selain itu, ia berpendapat, Paul Pogba bukan lagi bintang utama di timnas Perancis.

“[...] Menurut saya Pogba harus mau menerima bahwa dia adalah bagian dari pemain tengah yang harus menciptakan keseimbangan – bahwa dia tidak akan menjadi bintang utama karena saya berpikir bawa kami [Perancis] memilki tiga orang penyerang yang bisa menakuti siapa pun di Rusia,” tulis mantan gelandang bertahan AC Milan tersebut.

Prediksi dan pendapat Desailly tersebut tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar. Mbappe dan Griezmann memang berhasil menakut-nakuti lawan Perancis di Piala Dunia 2018 sejauh ini. Dua-duanya juga berhasil mencetak 3 gol, berkontribusi besar terhadap perjalanan Perancis menuju final. Sementara itu, bersama N’golo Kante dan Blaise Matuidi, Pogba juga bisa menciptakan keseimbangan di lini tengah Perancis. Meski begitu, Pogba ternyata tetap menjadi pemain penting Perancis, bukan Mbappe, Griezmann, atau Dembele yang justru meredup.

Di putaran grup, semua gol Perancis terjadi berkat usaha Pogba. Penalti Griezman ke gawang Australia, berawal dari umpan terobosan terukurnya. Masih dalam pertandingan yang sama, Pogba juga berandil besar terhadap gol bunuh diri yang diciptakan oleh Aziz Behich, full-back kiri Australia. Saat itu, ia melaju ke kotak penalti Australia, melakukan umpan satu-dua sentuhan dengan Olivier Giroud, dan memaksa Behich menendang bola sekenanya. Saat menghadapi Peru, Pogba juga menjadi penyebab gol pertama Mbappe di Piala Dunia 2018: ia melakukan tekel sukses saat Peru melakukan transisi serangan.

Setelah kembali melakukan tekel sukses yang mengakibatkan gol saat Perancis bertanding melawan Uruguay pada babak perempat-final, Pogba bahkan menunjukkan kedewasaanya saat Perancis meladeni Belgia di babak semifinal.

Saat itu Pogba mendapatkan perlakuan khusus dari Belgia. Marouane Fellaini, rekannya di Manchester United, diberi tugas oleh Roberto Martinez untuk melakukan man-to-man marking. Daripada memaksakan diri menjadi poros serangan, ia justru lebih sering bertahan untuk menjaga keseimbangan timnya. Dia hanya akan maju ke depan pada saat benar-benar bisa memberikan dampak bagi timnya.

Jose Mourinho, pelatihnya di Manchester United, memuji kedewasaan Pogba pada pertandingan itu.

“Pogba bermain dengan tingkat kedewasaan luar biasa,” ujar Mourinho. “Ketika dia harus tetap berada di posisinya untuk tetap mengontrol permainan timnya, ia melakukannya. Saat Deschamps mengganti Giroud dengan N’Zonzi, Pogba memang diberi kebebasan tapi bukan untuk melakukan hal-hal bodoh. Kebebasan untuk menjauhkan bola dari area berbahaya. Untuk menjaga bola, untuk menciptakan peluang berbahaya bagi Antoine Griezmann. Dia sangat, sangat dewasa.”

Infografik Perancis di Final Piala Dunia

Menariknya, meski lebih banyak bertahan, Pogba ternyata masih mempunyai peran besar terhadap setiap serangan balik yang dilakukan Perancis pada pertandingan tersebut: Pogba berhasil menciptakan tiga peluang untuk timnya.

Selain itu, jika ia seringkali mengirimkan umpan-umpan lambung ke lini depan untuk memulai serangan balik Perancis, Pogba lebih sering mengirim umpan pendek ke arah Griezmann yang bermain di posisi nomor 10. Tak heran jika dalam pertandingan tersebut Pogba hanya melakukan percobaan umpan lambung sebanyak 5 kali, paling sedikit di antara penampilannya di Piala Dunia sejauh ini.

Di Piala Dunia 2018, tidak ada pemain yang lebih baik dari Pogba dalam melakukan serangan cepat. Menurut data dari Statsbomb, rataan umpan dan dribel cepat ke depan yang dilakukan Pogba melebihi 100 meter di dalam setiap laga, lebih bagus dari Kevin De Bruyne, Eden Hazard, Neymar, bahkan Lionel Messi. Itu artinya, cenderung bertahan maupun menyerang, Deschamps akan tetap menjadikan Pogba sebagai pusat transisi serangan Les Blues saat melawan Kroasia di laga final.

Jika kedewasaan mental dan kedisiplinan taktikal ini bisa dipertahankan oleh Pogba di partai final, Perancis bisa lebih tenang memainkan strategi yang diinginkan. Perancis tinggal memikirkan bagaimana caranya meminimalisir pengaruh Modric -- sesuatu yang gagal dilakukan Inggris di semifinal. Dan untuk itulah Kante akan memainkan peran terpenting sepanjang kariernya.

Usaha Mengunci Luka Modric

Menurut Zlako Dalic, Luka Modric sedang menujukkan penampilan terbaiknya di Piala Dunia 2018 sejauh ini. Menjadi pemain dengan jarak tempuh terjauh di Piala Dunia 2018, 63 kilo meter, pemain tengah Real Madrid tersebut hampir selalu ada di setiap jengkal lapangan.

Berdasarkan analisis Paul Carr di Sport Illustrated, saat menyerang, Modri yang hampir selalu berada di wilayah middle third menjadi pemain Kroasia yang paling sering mengirimkan umpan sukses dan menyentuh bola. Dari area itu, ia juga menjadi pemain Kroasia yang paling sering menciptakan peluang. Sejauh ini, ia sudah menciptakan 16 peluang untuk timnya dan mencatatkan 2 assist. Selain itu, Modric juga pernah mencetak gol ke gawang Argentina dari daerah sepertiga akhir.

Jika Kante dipaksa melalukan man-to-man marking terhadap Modric, ia justru akan merusak keseimbangan timnya. Terlebih, perannya dalam melindungi garis pertahanan sangat penting untuk lini belakang Perancis. Meski begitu, kemampuan Kante dalam membaca permainan dapat digunakan untuk membatasi pengaruh yang diberikan Modric di daerah middle third.

Masih berdasarkan analisis dari Paul Carr, lewat kemampuannya dalam membaca permainan, Kante bisa menjauhkan bahaya dari daerah pertahanan Perancis. Ia sejauh ini sudah melakukan 20 kali intersep, terbanyak di antara pemain-pemain Perancis lainnya. Dan dari 20 intersepnya tersebut, hanya sekali dilakukan di dalam kotak penalti Perancis. Sisannya dilakukan di daerah Modric beroperasi, juga di daerah permainan lawan. Berkat kemampuan Kante itu, Perancis hanya menerima 8.5 tembakan per laga, salah satu yang paling sedikit di Piala Dunia 2018.

Dengan pendekatan seperti itu, terutama saat Modric berada di area middle third, Deschamps dapat menggunakan kemampuan Kante dalam membaca permainan itu untuk membatasi umpan ke arah Modric – memaksa Modric untuk lebih sering menerima bola di daerah yang tidak membahayakan Perancis. Pekerjaan itu memang sulit, tapi membiarkan Modric menerima bola seenaknya di daerah tersebut bisa lebih menyulitkan Perancis.

Bagaimanapun, membuat Kroasia bermain menyempit adalah perkara penting, tetapi membatasi pengaruh Madrid juga tak kalah penting bagi Perancis.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Zen RS