Menuju konten utama

Pimpinan KPK Belum Sepakat Bentuk TGPF Kasus Novel Baswedan

Pimpinan KPK belum mengambil keputusan secara kolektif kolegial untuk membentuk TGPF kasus Novel.

Pimpinan KPK Belum Sepakat Bentuk TGPF Kasus Novel Baswedan
Ketua KPK Agus Raharjo bersama Mantan Ketua KPK Abraham Samad, serta Najwa Shihab bergandengan tangan sebelum memberikan keterangan seusai menggelar pertemuan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (31/10/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum sepenuhnya bersepakat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo pimpinan KPK belum mengambil keputusan secara kolektif kolegial terkait hal itu.

"Itu tadi nanti dibicarakan berlima karena belum kumpul, tadi yang ada cuma 2 orang. Saya dengan Bu Basariah. Pimpinan KPK mengambil keputusan secara kolektif kolegial. Seandainya pimpinan lain setuju, nanti akan diusulkan ke Presiden [Jokowi] pembentukan TGPF," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta Selasa (31/10/2017).

Agus menjelaskan alasan KPK tidak segera membentuk TGPF dalam kasus Novel Baswedan karena KPK masih memberi kesempatan kepada kepolisian untuk mengusut kasus Novel.

"Saya kira sebelumnya kami harus berikan waktu yang cukup pada polisi, tapi sekarang sudah 200 hari. Jadi mungkin pertimbangan kami tanyakan lebih intensif fakta yang sudah didapatkan untuk kita lebih mengetahui lebih lanjut," kata Agus.

Selain itu, kata Agus, kasus Novel Baswedan juga bertepatan dengan sejumlah kasus besar yang mesti ditangani KPK. Sehingga, KPK lebih fokus menyelesaikan kasus-kasus tersebut, termasuk kasus e-KTP.

"Sementara presiden menugaskan Polri, tapi kalau teman-teman menilai sudah 200 hari, nanti kami pikirkan lagi, tapi sebagiamana diketahui selama 200 hari ada persoalan besar yang dihadapi KPK," kata Agus.

Agus pun mengungkap alasan tidak adanya penyidik KPK yang diperbantukan dalam pengusutan kasus ini.

"Kami baru ketemu dua kali dengan Polri. Perkembangan disampaikan dari kita, bahkan waktu itu teman-teman dari Polri minta keterlibatan dari penyidik KPK untuk bantu, tapi saya tanya ke dalam teman-teman agak enggan memberikan bantuan karena itu teman-teman Polri masih bekerja sendirian," kata Agus.

KPK Tak Ingin TGPF Novel Seperti TGPF Munir

Alasan lain yang disampaikan oleh Agus adalah KPK tidak ingin TGPF kasus Novel Baswedan gagal seperti TGPF kasus Munir. KPK ingin belajar dari proses TGPF Munir dan TGPF yang pernah ada sebelumnya.

"Pemahaman kami, TGPF yang lalu-lalu juga tidak menemukan solusi yang pasti," kata Agus.

Namun, ia meyakinkan bahwa TGPF Novel Baswedan tidak akan menciptakan kegaduhan di antara lembaga penagak hukum.

"TGPF inginnya bantu polisi mengungkap kasus. Mereka tidak akan bekerja berlawanan dengan polisi, tapi akan bantu polisi," kata Agus.

Terkait dengan struktur TGPF, Agus menyatakan KPK akan belajar dari anggota TGPF Munir dan TGPF yang lalu-lalu. Ia akan meminta masukan langsung dari beberapa anggota yang tergabung dalam TGPF Munir. Sebab beberapa di antara mereka, seperti Haris Azhar, menjadi orang yang turut mendorong terbentuknya TGPF Novel Baswedan.

Menanggapi pernyataan Agus, Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan TGPF Munir tidak gagal. "TGPF munir itu berhasil tapi tidak tuntas, itu tantangannya. Tim gabungan pencari fakta saat awal reformasi negeri juga keren itu ungkap begitu banyak catatan luar biasa," kata Bambang di Gedung KPK, Selasa (31/10).

Sebaliknya, kata Bambang, dorongan membentuk TGPF Novel Baswedan adalah untuk menumbuhkan optimisme bahwa KPK tidak lari dalam kasus ini. Sebab, menurutnya, melawan atau lari akan tetap sama-sama mati dalam kontestasi hukum berbalut politik di negeri ini.

"Semua pasti mati, jadi ahli kubur. Kita dorong Pak Agus jadi ahli kubur yang meninggalkan legacy. Kesempatan jadi pimpinan KPK itu langka," kata Bambang.

Senada dengan Bambang, Peneliti LIPI Mochtar Pabottingi menilai TGPF Novel Baswedan akan menunjukkan pada pihak penyerang KPK bahwa lembaga anti rasuah ini masih punya taring untuk melawan.

"Kelemahan pimpinan di atas tidak berani membentuk TGPF membuat KPK defensif dan semakin menjadi bulan-bulanan. Ini yang sangat patut disayangkan," kata Mochtar di Gedung KPK, Selasa (31/10).

Pasalnya, menurut Mochtar, KPK merupakan salah satu roh dari reformasi. Bila KPK pada akhirnya menyerah dan mati, maka reformasi pun sama saja mati.

"Kalau tidak ada KPK yang itikadnya memberantas korupsi tertuang dalam UU KPK, reformasi mati," tegas Mochtar.

Hari ini, Selasa (31/10), sejumlah tokoh mendatangi pimpinan KPK untuk mendorong terbentuknya TGPF kasus penyerangan Novel Baswedan yang terjadi 11 April lalu.

Mereka terdiri dari mantan pimpinan KPK: Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Moch. Jasin, dan Abraham Samad. Lalu sejumlah tokoh LSM: Haris Azhar, Danhil Azhar, Usman Hamid, Asfinawati, Mochtar Pabottingi, dan Muhammad Isnur. Termasuk juga Najwa Shihab.

"Sudah 202 hari dan tidak ada perkembangan apa-apa. Ini membuat kami mendorong pimpinan KPK membentuk TGPF," kata Najwa Shihab di Gedung KPK, Selasa (31/10).

Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Basariah Panjaitan menemui mereka selama lebih kurang 3 jam sejak pukul 12 siang sampai pukul 3 sore.

Baca juga artikel terkait NOVEL BASWEDAN DISIRAM AIR KERAS atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto