tirto.id - “Kalau mereka (minimarket merek lain) kebanyakan dimiliki oleh satu pemilik modal, jadi kalau untung ya pemilik modal (yang untung), kalau rugi ya pemilik modal (yang rugi). Kalau 212 Mart, ketika untung ya bersama-sama, kalau rugi juga bersama-sama.”
Nanik Minarni tengah menerangkan keunggulan minimarket besutan koperasi syariah 212 dengan nama 212 Mart. Nanik merupakan Koordinator 212 Mart untuk Wilayah Depok, Jawa Barat.
Ia mempertegas perbedaan konsep bisnis waralaba minimarket perorangan seperti Indomaret atau Alfamart dengan bisnis kemitraan berbasiskan koperasi sebagaimana yang diterapkan 212 Mart.
Sebagai gambaran perbedaannya, untuk memulai bisnis waralaba Indomaret atau Alfamart, syaratnya harus memiliki dana investasi awal sekitar Rp400 juta. Sementara itu, untuk 212 Mart, syarat utama bisnis yang terinspirasi dari gerakan aksi damai 212 ini, pemodal harus membentuk koperasi minimal beranggotakan 100 orang.
Contohnya, untuk memulai bisnis 212 Mart tipe C (tipe terbesar) modal awal yang harus disiapkan oleh koperasi, di luar lahan dan bangunan adalah Rp400 juta. Apabila anggota koperasi berjumlah 100 orang, maka modal Rp400 juta tadi bisa dibagi rata sehingga setiap anggotanya hanya urunan modal sebesar Rp4 juta saja. Dengan angka tersebut setiap anggotanya sudah bisa memiliki saham di satu gerai 212 Mart.
“Semakin banyak yang memiliki kan semakin baik. Kalaupun mereka rugi ya sedikit, kalaupun untung ya tidak banyak. Tapi yang pasti kan 212 Mart sudah punya pangsa pasar pasti, yaitu anggota-anggotanya itu,” ujar Nanik.
Apa yang disampaikan Nanik ada benarnya. Anggaplah koperasi tersebut memiliki 100 anggota, bila masing-masing anggota dalam sebulan belanja di 212 Mart yang mereka punya senilai Rp500 ribu maka sedikitnya gerai sudah membukukan penjualan sebesar Rp50 juta.
Koperasi syariah 212 menurut laman koperasisyariah212.co.id sudah terdaftar dan tertuang dalam Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 003136/BH/M.KUKM.2/I/2017.
212 Mart
Gerai 212 Mart terbagi menjadi tiga tipe. Tipe A memiliki luas toko berukuran 20-40 meter persegi, dapat menyediakan 1.000-1.200 item produk, dan nilai investasi sebesar Rp170 juta. Tipe B, memiliki luas toko berukuran 40-60 meter persegi, dapat menyediakan 2.000-2.500 item produk, dan nilai investasi sebesar Rp275 juta.
Kemudian tipe C, memiliki luas toko berukuran lebih dari 60 meter persegi, dapat menyediakan 1.800-3.000 item produk, dan nilai investasi Rp400 juta. Semua nilai investasi tersebut di luar dari lahan dan bangunan.
Sistem kemitraan yang ditawarkan pun beragam. Di antaranya bisa dengan full brand menggunakan nama 212 Mart, bisa juga dengan memakai nama toko sendiri, tapi tetap mencantumkan logo 212 Mart sebagai kemitraan.
Selain itu, pintu ekspansi pun terbuka lebar. Satu unit koperasi bisa saja memperbanyak anggotanya dan memiliki lebih dari satu gerai 212 Mart. Setiap gerai juga memiliki ruang untuk dijadikan pojok UMKM yang bertujuan memfasilitasi anggota menjual produknya.
Koperasi syariah 212 juga menyuguhkan simulasi keuangan yang didapat jika berbisnis kemitraan minimarket. Perkiraan omzet harian bisa mencapai Rp3 juta untuk gerai tipe A, Rp5 juta untuk tipe B, dan Rp7,5 juta untuk tipe C.
Ini berarti sedikitnya dalam sebulan satu gerai bisa membukukan omzet Rp90 juta. Kemudian angka ini akan dipotong untuk biaya belanja produk dan biaya operasional mencapai Rp8,25 juta. Sehingga laba bersih satu gerai yang akan masuk dalam kas koperasi sebesar Rp7,5 juta. Jika dikalikan dalam setahun maka laba bersih bisa mencapai Rp90 juta.
"Bagi hasil berdasarkan kesepakatan bersama. Apakah mau dibagikan semua atau ada yang mau disisihkan untuk pengembangan usaha,” imbuh Nanik.
Misal saja, seperti yang diterapkan oleh Koperasi Sejahtera Bersama Syariah (SBS), pemilik dari Kita Mart (mitra 212 Mart) dan 212 Mart Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor. Koperasi SBS biasa menyebut keuntungan yang dibagikan sebagai sisa hasil usaha (SHU). Dari 100 persen SHU, 20 persennya dicadangkan sebagai dana pengembangan usaha, 5 persen untuk disedekahkan ke yatim dan dhuafa, 5 persen untuk pengurus dan karyawan, dana pendidikan dan pelatihan pengurus 3 persen, dana syiar Islam 2,5 persen, dan CSR 2 persen.
Sisanya 62,5 persen adalah porsi bagi para anggota koperasi. Namun, porsi itu dibagi dua lagi, yakni 37,5 persen dibagikan berdasarkan penyertaan modal dan 25 persen lainnya dibagikan berdasarkan aktivitas anggota berbelanja. Sehingga, antara anggota yang aktif berbelanja di 212 Mart Bojong Kulur dan yang kurang aktif tentu akan berbeda hasilnya.
Tirto sempat mendatangi salah satu gerai 212 Mart yang terletak di Jalan Roda Pembangunan, Nanggewer, Bogor. Di sana, gerai 212 Mart berhadapan persis dengan Alfamidi yang bersebelahan dengan Indomaret. Desain dan tampilan luar ketiga minimarket tersebut relatif sama. Pintu dan jendela kaca transparan yang dilengkapi dengan rolling door sebagai pengaman tambahan.
Perbedaan mencolok terlihat pada warna toko dan logo. Alfamidi didominasi warna merah putih dan Indomaret didominasi warna merah biru kuning. Gerai 212 Mart justru lebih menohok dengan paduan gradasi warna biru, putih dan merah. Perbedaan signifikan lainnya ada pada fasilitas mushala yang tidak dimiliki oleh Alfamidi dan Indomaret.
Suasana berbelanja terasa Islami karena konsumen akan diperdengarkan lantunan salawat dan lagu-lagu religi lewat pengeras suara.
Soal harga barang, sebenarnya hampir tidak berbeda dengan minimarket lain. Kalaupun ada beberapa barang yang lebih mahal, selisihnya hanya sekitar Rp200 sampai Rp500 saja. Barang dagangan gerai ini dipasok oleh PT Hidro Perdana Retailindo.
“Saya bukan anggota atau apa, cuma konsumen biasa aja. Saya belanja ke sini karena saya lihat tidak terlalu rame, supaya nggak antre pas bayar. Tapi nyaman juga, lengkap juga kok (barang) di sini. Ini saya aja belanja bulanan sampe dua ratus ribu,” kata Ibu Rosmita saat berbincang dengan Tirto.
Gerai 212 Mart Nanggewer ini merupakan salah satu dari 35 gerai 212 Mart yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Pekanbaru.
“Tapi jumlahnya bisa terus bertambah karena peminatnya banyak dan sedang dalam proses (pembukaan),” kata Nanik lagi.
Ok Oce Mart
Sama dengan 212 Mart, Ok Oce Mart juga merupakan bisnis kemitraan berbasis koperasi. Nama Ok Oce terlanjur melekat sebagai program Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno saat kampanye Pilkada DKI 2017.
Beda dengan 212 Mart, Ok Oce Mart merupakan minimarket kecil yang berada dalam satu kontainer atau peti kemas berukuran lebar sekitar 2,5 meter, panjang 6 meter dan tinggi 2,5 meter. Barang yang dijual pun tidak sebanyak dan selengkap minimarket pada umumnya.
Salah satu gerai Ok Oce Mart yang bisa dijumpai berada di Jalan Cikajang No 60, Petogogan, Kebayoran Baru. Gerai berkonsep peti kemas yang diberi warna oranye dan hitam ini berada tepat di depan kantor relawan Anies-Sandi. Di seberangnya, terdapat waralaba toko modern Circle K.
Saat Tirto mendatangi Ok Oce Mart Cikajang, terlihat pembeli datang silih berganti. Kebanyakan pelanggan lebih sering membeli minuman dan makanan ringan, adapula yang membeli rokok. Dari segi harga, barang yang di jual terbilang relatif lebih murah. Selisihnya bisa mencapai Rp1.000 per barang. Ada beberapa produk makanan ringan UMKM binaan Ok Oce yang turut dijual.
Sistem kemitraan yang ditawarkan dalam bisnis Ok Oce Mart adalah full brand, sehingga investor wajib memakai nama Ok Oce di gerai-gerai.
Investasi modalnya sebesar Rp200 juta. Investasi tersebut sudah meliputi satu unit petikemas serta pendingin ruangan, enam titik lampu LED, lima buah rak barang, satu unit meja kasir, satu unit exhaust, satu unit freezer es krim, satu unit kulkas, satu set mesin kasir beserta software, lantai keramik, dinding, plafon dengan peredam, pintu kaca, barang dagangan dan ongkos kirim.
Minimal anggota koperasi untuk satu gerai berjumlah 21 orang. Setoran modal per anggota minimal sebesar Rp1 juta dan maksimal Rp15 juta. Idealnya, per anggota menyetor modal sebesar Rp9-10 juta agar bisa mencapai modal investasi sebesar Rp200 juta. Skema bagi hasil pun disepakati bersama oleh para anggota koperasi.
"21 orang itu karena syarat untuk membuat koperasi sebanyak 21 orang," kata Ketua Umum Koperasi Ok Oce Mart, Agus Santoso kepada Tirto.
Saat ini, jumlah Ok Oce Mart yang sudah beroperasi sebanyak 5 gerai. Rencananya jumlah gerai dalam waktu dekat akan bertambah 15 gerai.
Bagaimana soal omzet? Saat ini dari lima gerai yang ada rata-rata omzetnya masih sekitar Rp5 juta per bulan. Artinya dalam sehari gerai meraup omzet sekitar Rp150 ribu-Rp200 ribu. Angka ini terbilang sangat rendah jika dibandingkan dengan 212 Mart. Nilainya setara dengan pendapatan harian 212 Mart tipe B.
Ini tentu masih wajar, mengingat spesifikasi luasan gerai dan nilai investasi keduanya pun sangat berbeda. Namun, bila mengacu pada konsep bisnis urunan berbasis koperasi, 212 Mart memang punya keunggulan karena punya banyak pilihan ukuran.
Kedua minimarket pendatang baru ini jadi peluang bagi mereka yang tak sanggup menggelontorkan modal di bisnis waralaba minimarket terkenal seperti Alfamart dan Indomaret yang sangat padat modal. Namun, yang tak kalah penting juga kedua minimarket ini mampu membangun merek dari sesuatu yang jadi tren.
Penulis: Dano Akbar M Daeng
Editor: Suhendra