tirto.id - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tak akan mengusung Dedi Mulyadi sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur Jawa Barat. Alasannya karena hingga saat ini Dedi yang merupakan Ketua DPD I Golkar Jawa Barat tidak mendapat rekomendasi dukungan dari pengurus DPP Partai Golkar.
“Kita tahu Partai Golkar sudah usung Ridwan Kamil dan Daniel Muttaqien, artinya secara kelembagaan partai, komunikasi kami juga terhenti,” ujar Sekretaris DPD PDIP Jawa Barat Abdy Yuhana kepada Tirto, Senin (28/11) malam.
Berdasarkan kajian dan survei yang dilakukan PDIP, Abdy mengatakan dukungan partai politik merupakan hal penting untuk memenangkan Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) 2018 mendatang. Ia menyatakan calon dengan elektabilitas tinggi dalam survei belum tentu menang jika tidak mendapat rekomendasi partai. Sebab dukungan partai sangat menentukan soliditas kerja kader partai di lapangan.
“Misalnya Dede Yusuf yang survei elektabilitasnya kuat tapi tidak dipadukan dengan mesin partai, tidak menang juga,” ujar Abdy mencontohkan kasus yang dialami kader Partai Demokrat Dede Yusuf saat Pilgub Jabar 2013.
Alasan lain mengapa dukungan partai menjadi penting juga lantaran PDIP ingin memperkuat institusi partai. Sebab menurut Abdy pemilihan kepala daerah bukan sekadar kontestasi antarindividu.
“Ini persoalaan kelembangaan institusi partai, kalau PDIP usung orang, itu kerja partai bukan kerja individu,” ujarnya.
Baca juga:
“Soal Dedi tentunya kami melihat bagaimana dinamika internal partai,” ujar Abdy.
Kombinasi Kader dan Nonkader
PDIP yang belum menentukan siapa calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilgub Jabar jelas menarik untuk dicermati. Dengan modal 20 kursi di DPRD, mereka menjadi satu-satunya partai yang bisa mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur tanpa koalisi. Sikap politik mereka berbeda dengan sejumlah partai — terkecuali Gerindra — yang sudah mendeklarasikan dukungan kepada Ridwan Kamil atau Deddy Mizwar sebagai calon gubernur.
Abdy mengklaim partainya memiliki perhitungan sendiri sehingga dukungan sejumlah partai terhadap Ridwan Kamil dan Deddy Mizwar tidak akan mengunci langkah politik PDIP.
“Kenapa demikian? Karena kami secara formal sudah bisa mencalonkan sendiri. Perspektif ini, kan, berbeda dengan partai-partai lain yang membutuhkan tambahan kursi,” ujarnya.
Abdy menjelaskan PDIP sudah mengkaji sejumlah nama baik dari internal partai maupun eksternal partai yang dianggap berpeluang memenangkan kontestasi. Dari kajian itu PDIP berpandangan kombinasi kader dan nonkader merupakan pilihan terbaik memenangkan Pilgub Jabar.
Kriteria kader yang akan diusung PDIP, menurut Abdy, adalah sosok yang memiliki hubungan dan kedekatan langsung dengan mesin partai di lapangan. Sedangkan kriteria nonkader yang akan diusung PDIP haruslah memiliki tingkat popularitas, elektabilitas, akseptabilitas di masyarakat, serta kesamaan visi misi dengan partai.
“Penerimaan kader itu faktor penting. Apalagi berdasarkan survei di Jabar kami menang. Ini modal yang bisa kami integrasikan dengan popularitas dan elektabilitas calon (nonkader),” ujar Abdy.
Apakah sosok kader internal yang dimaksud Abdy adalah T.B. Hasanuddin selaku Ketua DPD PDIP Jawa Barat? Abdy enggan menjawab dengan alasan tidak memiliki kapasitas menjawab pertanyaan tersebut.
“Kita tunggulah. Nanti partai yang putuskan. Kalau saya umumkan, kan, tidak punya kapasitas,” katanya.
“Pendaftaran, kan, 10 Januari 2018. 15 sampai 17 Desember 2017 akan ada Rakornas DPP seluruh Indonesia bisa saja kemungkinan di arena itu diumumkan. Artinya kami sedang menunggu momentum yang tepat,” tutup Abdy.
Tidak Punya Kader Mumpuni
Pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya menilai tidak adanya kader yang mumpuni menjadi alasan utama PDIP belum menentukan calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilgub Jabar. Situasi itu mendorong PDIP untuk menjaring kader partai lain atau sosok nonpartai.
“[Situasi itulah yang] menyebabkan proses akan lebih lama,” ujarnya.
Krisis kader yang melanda PDIP semakin pelik lantaran Partai Demokrat sudah mengambil langkah cepat mengusung Dedi Mizwar sebagai calon gubernur di Pilgub Jabar. Menurutnya hal itu turut mempersempit ruang gerak PDIP memilih calon gubernur.
“Itu menutup ruang gerak PDIP untuk memiliki lebih banyak pilihan, walaupun ruang gerak masih ada dibandingkan dengan gerindra,” kata Yunarto.
Meski Gerindra juga belum menentukan dukungan kepada salah satu tokoh di Pilgub Jabar, Yunarto menilai kemungkinan koalisi antara PDIP dan Gerindra sangat kecil. Sebab, pemenangan Pilgub Jabar juga menjadi proyeksi partai politik memenangkan Pilpres 2019 bagi kedua partai yang sejak Pilpres 2014 hingga sekarang berbeda pandang terhadap pemerintahan.
“Untuk ukuran Jawa Barat itu agak sulit berharap terjadi [koalisi PDIP dengan Gerindra] karena ada kepentingan besar tahun 2019 di masing-masing partai dan kita ketahui Jawa Barat ini salah satu kunci yang akan menjadi penentu kemenangan,” katanya.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar