tirto.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyinggung soal tata kerja KPK yang menurutnya perlu disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019. Ia ingin mengatur ulang organisasi dan tata kerja KPK yang kemudian dimaktubkan dalam peraturan KPK atau peraturan presiden dan peraturan pemerintah.
"Ada enam tugas pokok, bisa saja ada lima enam deputi. Ada sekjen, ada inspektotat bisa saja tergantung putusan sesuai dengan UU 19/2019," ujar Firli dalam acara serah terima jabatan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2019).
Pada kesempatan tersebut ia juga membahas soal alih status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal itu menurutnya perlu dibuatkan sebuah instrumen untuk mengatur peralihan status kepegawaian tersebut.
"Kalau kita mengatakan ada pengangkatan maka ada konstruksi lain karena dalam UU ASN dikatakan yang diangkat pegawai negeri atau pegawai ASN maksimum berumur 35 tahun," ujarnya.
"Jadi bagi rekan-rekan yang berumur 36 tahun ke atas ada keraguan karena ini sifatnya peralihan status dari pegawai KPK mejadi pegawai ASN," imbuhnya.
Selain itu jenderal bintang tiga ini juga membahas soal kesejahteraan pegawai KPK. Berdasarkan pengalamannya saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK, nominal gaji pegawai KPK ternyata cukup tinggi.
Namun demikian, ia sudah meminta Presiden Joko Widodo agar ada instrumen lain yang mengatur take home pay bagi pegawai KPK. Terlebih lagi dasar hukum KPK saat ini sudah berubah dan mengacu kepada UU 19/2019.
"Kedepan harus diatur gaji plus tunjangan. Bisa saja gaji ditambah tunjungan atau tunjangan kemalangan atau tunjangan resiko. Ini yang kita sampaikan ke pemerintah ini yang saya sudah sampaikan, mudah-mudahan keluar," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto