Menuju konten utama

PHRI Desak Pemerintah Pungut Pajak ke Airbnb & Travel Online Asing

Pengusaha hotel di Indonesia mendesak pemerintah mengenakan pajak ke perusahaan penyedia layanan akomodasi daring dari luar negeri semacam Airbnb dan agen travel online asing.

PHRI Desak Pemerintah Pungut Pajak ke Airbnb & Travel Online Asing
Jaringan pasar daring dan penginapan rumahan Airbnb. FOTO/airbnb.com

tirto.id - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mempermasalahkan layanan penyedia akomodasi berbasis daring yang disediakan oleh agen travel online (online travel agent/OTA) asing dan perusahaan semacam Airbnb.

Ketua PHRI Haryadi Sukamdani menyatakan organisasinya menyoroti belum adanya ketentuan pajak dan regulasi pemerintah yang mengatur kehadiran layanan ini di Indonesia. Menurut Haryadi, agen travel online asing dan perusahaan semacam Airbnb seharusnya membayar pajak ke pemerintah sesuai dengan aturan pajak penghasilan (PPh).

"Teman-teman DJP (Direktorat Jenderal Pajak) ini menagih PPh ke kita, kepada hotel. Kita kan enggak bisa motong, karena OTA asing ini kan by sistem dan mesin kita enggak tahu juga orangnya itu siapa," ujar Haryadi di Jakarta Convention Center (JCC) pada Kamis (23/11/2017).

Haryadi juga mengkritik nilai komisi yang ditagih oleh pihak OTA asing karena terlalu tinggi, yakni bisa sampai 15-30 persen dari tarif. Komisi normal menurutnya cukup 15 persen.

Dia mengimbuhkan PHRI tidak meminta pemerintah memblokir akses terhadap layanan akomodasi online dari perusahaan asing. Menurut dia, pengusaha hotel berharap model baru bisnis layanan akomodasi itu diatur dengan regulasi yang jelas oleh pemerintah.

Pengaturan itu sebagaimana langkah pemerintah membuat regulasi soal transportasi online yang juga merupakan model bisnis baru yang mengikuti perkembangan teknologi digital.

"OTA itu enggak perkara blokirnya. Tapi kita (PHRI) minta sama-sama ikuti aturan perpajakan Indonesia dengan begitu kita lebih sehat dalam persaingan,” kata Haryadi.

Dia mengimbuhkan, “Jangan sampai ada satu bayar pajak, satu enggak. Dengan begitu, kita (pengusaha hotel) bisa evaluasi komisinya dia (OTA). (Nilai) Komisinya ini gila-gilaan."

Menurut Haryadi, PHRI sudah melayangkan laporan mengenai hal ini ke Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak. Dia berharap pemerintah segera memanggil perwakilan perusahaan penyedia layanan akomodasi online asing untuk membahas masalah pajaknya.

"Kami minta itu karena merasa ini enggak adil,” kata dia.

Haryadi mengimbuhkan PHRI juga berharap pemerintah segera mempersiapkan regulasi terkait layanan akomodasi penginapan online, yang menganut sistem sharing economy berupa kemitraan dengan pemilik properti yang bukan pengusaha hotel, seperti diterapkan Airbnb.

"Kalau 1-2 unit enggak apa-apa, tapi kalau dia satu apartemen berkumpul jadi satu sama saja mereka bikin servis kaya hotel. Ada banyak kaya gitu di Jakarta, trendnya ke sana," ucapnya.

Baca juga artikel terkait BISNIS TRAVEL ONLINE atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Bisnis
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom