tirto.id - Lengannya memang--maaf--sudah tidak utuh. Ia lelaki difabbel. Petugas lain bahkan sempat meragukan kemampuannya. Namun, tidak ada cara lain menjawab keraguan-keraguan itu selain dengan tindakan. Begitulah yang dilakukan Rahmat, petugas difabel asal Lampung ini.
“Sebagai manusia biasa, awalnya sempat terbersit, bisa enggak ya Pak Rahmat (melakukan tugas-tugasnya) ini. Ternyata beliau sangat bertanggung jawab, tugas diselesaikan dengan baik,” kata Agus Sutisna, Ketua Sektor 7 Daker Makkah beberapa waktu lalu.
Agus merupakan kolega Rahmat dalam mengawal dan melayani jemaah haji Indonesia. Keduanya Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) yang menangani jemaah di sektor 7 kawasan Jarwal Kota Makkah.
“Pak Rahmat ini komit dalam melaksanakan tugas,” kata Agus memberikan testimoni saat ditemui tim Media Center Haji (MCHH), Minggu, 2 Juni 2024.
Di hotel tempat peristirahatan para jemaah, Rahmat cukup gampang dikenali. Beberapa jemaah bahkan nampak sangat akrab dengannya. Bawaannya yang ramah, murah senyum, dan ringan tangan cukup menjadi andalan bagi para jemaah haji di sana.
Dalam satu kesempatan, beberapa jemaah pria dan wanita asal Tasikmalaya, Jawa Barat datang kepadanya. “Pak, AC-nya dingin di kamar, bagaimana ya?" Mereka mengeluh AC terlalu dingin dan tidak tahu bagaimana cara menurunkan suhunya.
Rahmat segera datang. Meskipun difabel, Ia tidak nampak kesulitan meneken remote AC yang menempel di dinding hotel sembari mengajari jemaah cara menurunkan dan menaikkan suhu.
Saat itu rombongan jemaah asal Jawa Barat memang baru tiba di hotel, sehingga Rahmat sebagai petugas akomodasi cukup sibuk melayani mereka.
“Biasanya saya berjaga di lift, mengarahkan jemaah agar tidak kebingungan mencari kamar di hotel,” kata dia menambahkan.
Bincang-bincang tidak lama, jemaah lain memakai kain ihram segera menghampirinya, bertanya apakah koper mereka sudah sampai. Tampak sabar dan telaten Ia menjelaskan jika koper akan segera menyusul. Karena itu, jemaah diminta agar sabar menunggu.
Tak berselang lama, Rahmat segera menyelidik koper-koper jemaah selepas diturunkan dari bus. Ia mencari-cari koper mini jemaah yang tercecer. Setelah ketemu Ia pencet nomor HP lantas men-scan kartu identitas jemaah yang menempel pada koper.
“Ini koper jemaah di kamar 10,” kata Rahmat yang segera menghambur mengantar koper kecil tersebut ke kamar si jemaah.
Percaya Diri dan Tidak Minder
Rahmat merupakan warga Lampung. Ayah dua anak tersebut sebenarnya seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung. Meskipun berstatus pegawai negeri, jalannya sebagai petugas haji tidaklah lempeng.
Tahun ini adalah kali kedua Rahmat mengikuti seleksi petugas haji. Sebelumnya, Ia mengikuti tes petugas haji sebagai ketua kloter dan sempat masuk tiga besar, namun kandas usai tes wawancara.
Ia bahkan sempat mendengar celetukan kurang mengenakkan hati yang meragukan kemampuannya, “Saya sempat dengar, kalau jadi ketua kloter nanti nemani jemaahnya gimana?” kata Rahmat bercerita.
Lalu, tahun ini Rahmat lolos. Kebahagiaannya lengkap setelah Ia benar-benar berangkat, kemudian bisa mewakafkan diri melayani para Duyufurrahman di Tanah Suci. “Enggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Rezekinya tahun ini,” kata Rahmat.
“Saya sangat bersyukur, enggak menyangka bisa ke sini, benar benar rizki, saya harus syukuri,” kata Rahmat memanjatkan doa.
Ayah dari dua anak ini kemudian berdoa agar mereka sekeluarga bisa kembali ke baitullah. Anak dan keturunannya bisa naik haji di saat usia masih muda.
Rahmat membuktikan kalau Ia bukanlah tipe pria yang gampang takluk pada keputusasaan dan rasa. “Saya tidak merasa diri saya cacat, yang orang lain bisa kerjakan, saya juga bisa kerjakan. Orang lain naik motor, saya bisa naik motor,” kata Rahmat.
“Mereka bisa naik mobil, saya juga pelan-pelan bisa naik mobil. Ibaratnya, kalau orang bisa angkat barang 20 kilo sekaligus, saya juga bisa meski harus dua kali bawa,” kata Rahmat meyakinkan.
Kepercayaan dirinya itu tumbuh dari rumah. Ayahnya yang seorang petani kopi ini sangat mendukung anaknya. Seingat Rahmat, ayah dan ibunya kerap membawanya ke acara atau hajatan di kampung.
Masyarakat di kampungnya tidak pernah membedakan Rahmat dengan anak-anak lain. Lingkungan yang inklusif telah meningkatkan kepercayaan bungsu dari sembilan bersaudara tersebut.
Ia pun berpesan pada teman-teman difabel, “Yakinlah bahwa di setiap kekurangan ada kelebihannya, setiap orang pasti punya kekurangan,” kata Rahmat menegaskan.
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Abdul Aziz