tirto.id - Kinerja perusahaan telekomunikasi hingga kuartal ketiga tahun 2016 menunjukkan angka yang sangat mencerahkan. Ada pertumbuhan laba dan pendapatan, sementara emiten yang sebelumnya memerah kinerjanya, kini sudah berbalik positif. Masifnya penggunaan data internet memberikan kontribusi besar pada peningkatan kinerja emiten sektor ini.
Laporan keuangan perusahaan telekomunikasi menunjukkan pertumbuhan pendapatan dan laba yang cukup signifikan. Misalnya, pendapatan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) sebesar Rp86,18 triliun, dengan laba tahun berjalan mencapai Rp22,16 triliun. Jumlah pendapatan ini naik sebesar 13,8 persen jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu Rp75,7 triliun. Perolehan ini sangat didukung oleh bisnis data, internet, dan IT yang meningkat dan memberikan kontribusi sebesar 37,7 persen terhadap total pendapatan Perseroan.
Telkomsel juga menangguk untung pada kuartal ketiga tahun 2016 ini. Ia berhasil meraih pendapatan sebesar Rp63,64 triliun atau naik 14,4 persen jika dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp55,6 triliun. Laba bersih yang diraih Telkomsel hingga sembilan bulan pertama 2016 sebesar Rp21,02 triliun atau naik 27,3 persen dibandingkan periode sama tahun 2015 sebesar Rp16,51 triliun.
Sementara pendapatan Indosat Ooredoo pada kuartal ketiga tahun 2016 adalah Rp21,52 triliun, dengan laba tahun berjalan mencapai Rp845 miliar. Pendapatan ini lebih tinggi jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2015, yaitu Rp19,58 triliun. Dalam laporan keuangan perusahaan tercatat, pada tahun 2015 Indosat Ooredoo membukukan rugi sebesar Rp1,16 triliun.
Sedangkan pendapatan XL Axiata pada kuartal ketiga tahun 2016 sebesar Rp16,137 triliun atau turun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015, yaitu Rp16,986 triliun. Namun, XL Axiata berhasil mencetak laba sebesar Rp160 miliar sepanjang sembilan bulan pertama 2016, berbanding terbalik dengan kondisi merugi Rp507 miliar pada periode sama tahun lalu.
Dalam konteks ini, bisnis selular dari XL memasok pendapatan Rp15,31 triliun, disusul bisnis lainnya Rp825 miliar. Selain itu, pada kuartal ketiga tahun 2016 ini, pendapatan layanan tumbuh 2 persen QoQ, membalikkan tren penurunan yang terjadi selama 2 kuartal terakhir. Hal ini didorong oleh pertumbuhan pada pendapatan data yang mampu mengimbangi penurunan pada pendapatan “legacy service” (Voice dan SMS), terutama karena substitusi layanan data.
Prediksi Kinerja
Banyak faktor yang mendukung kenaikan kinerja perusahaan telekomunikasi. Salah satunya adalah hiruk-pikuk politik menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada Februari 2017. Kehebohan para pendukung dan pembenci yang memanfaatkan media sosial membawa berkah tersendiri sehingga mengerek kinerja perusahaan telekomunikasi.
Analis dari Bahana Securities, Leonardo Henry Gavaza mengatakan, hingga awal tahun depan, saham-saham sektor komunikasi masih sangat layak untuk dibeli. Ia memprediksi, kinerja perusahaan sektor telekomunikasi akan baik seiring dengan momentum pilkada serentak dan musim liburan akhir tahun yang hampir berbarengan.
Dalam momentum ini, orang-orang akan semakin aktif berkomunikasi atau saling berkirim pesan baik dengan cara konvensional ataupun dengan menggunakan jaringan data. Hal ini akan membuat penggunaan data telepon pintar akan meningkat cukup tajam. Apalagi tren dunia saat ini semakin aktif menggunakan smartphone dan data, sehingga profitabilitas perusahaan di sektor telekomunikasi akan semakin bagus.
Bahana Securities juga merekomendasikan beli untuk saham Telekomunikasi Indonesia (TLKM), saham Indosat (ISAT) dan saham XL Axiata (EXCL). Rekomendasi ini sangat beralasan karena Bahana memperkirakan akhir tahun ini, laba bersih TLKM akan naik sekitar 30 persen menjadi Rp20,06 triliun dari periode akhir tahun 2015 sebesar Rp15,49 triliun. Pada tahun 2017, laba Telkom diperkirakan naik sekitar 14 persen secara tahunan. Karena itu, Leonardo merekomendasikan beli untuk saham TLKM dengan target price Rp 5.000.
Rekomendasi beli juga diberikan untuk ISAT dengan target price Rp8.500 dan EXCL dengan target price Rp3.000. Hal ini dikerenakan rencana penurunan tarif interkoneksi di sektor telekomunikasi, akan memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan ISAT dan EXCL karena perusahaan-perusahaan ini akan membayar tarif interkoneksi yang lebih murah. Bila keputusan penurunan tarif interkoneksi sudah final dan dijalankan, diperkirakan ISAT dan EXCL akan menurunkan tarif untuk meningkatkan market share mereka di pasar.
“Rencana pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai network sharing juga akan menguntungkan Indosat dan XL karena jika network sharing diizinkan, maka ekspansi kedua perusahaan ini ke luar pulau Jawa akan semakin murah dan feasible,” ujarnya.
Karena itu, Bahana Securities memperkirakan ISAT akan membukukan laba bersih sebesar Rp1,1 triliun pada akhir tahun ini, naik cukup signifikan dibandingkan tahun lalu yang membukukan rugi sebesar Rp1,31 triliun. Dengan berbagai kebijakan dan kondisi yang menguntungkan ISAT, laba bersih diperkirakan akan naik hampir dua kali lipat pada 2017 menjadi Rp2,05 triliun.
Sementara itu, EXCL diperkirakan akan membukukan rugi bersih sebesar Rp247 miliar pada akhir tahun ini, naik dibandingkan tahun lalu yang membukukan rugi sebesar Rp25 miliar. Pasalnya, beberapa pos beban mengalami kenaikan seperti beban pegawai dan marketing, sementara itu pendapatan menurun. Namun, dengan berbagai kebijakan dan kondisi yang menguntungkan, EXCL diperkirakan akan membukukan laba bersih sebesar Rp345 miliar pada 2017.
Tantangan di 2017
Walaupun sektor telekomunikasi diprediksi memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi pada tahun 2017, akan tetapi sektor telekomunikasi ini masih memiliki tantangan yang cukup berat. Tantangan terberat yang bisa mempengaruhi kinerja emiten telekomunikasi adalah adanya revisi PP 52/53 tahun 2000 dan rencana penetapan biaya interkoneksi yang akan dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Leonardo memperkirakan, apabila pemerintah menurunkan biaya interkoneksi sebesar Rp204 per menit, maka EBITDA dan ARPU perusahaan telekomunikasi akan mengalami penurunan cukup signfikan. Ini disebabkan operator akan berlomba-lomba untuk menurunkan harga layanan voice.
Karena jika satu operator melakukan penurunan harga, maka akan diikuti oleh operator lainnya. Misalnya, kalau Indosat dan XL mulai melakukan penurunan, pastinya Telkom akan melawan dengan melakukan hal yang sama. Itu yang membuat ARPU dan EBITDA margin semua operator akan mengalami penurunan. Sebaliknya, jika biaya interkoneksi tidak mengalami penurunan, maka pertumbuhan ARPU dan EBITDA margin emiten sektor telekomunikasi akan sama seperti yang terjadi saat ini.
Terlepas dari regulasi interkoneksi dan network sharing yang masih berlarut-larut, pertumbuhan sektor telekomunikasi ini menandakan bahwa Indonesia masih menjadi pasar potensial dan menjanjikan. Namun, kunci pertumbuhan tetap bergantung pada aksi korporasi dan strategi operator untuk tetap bertahan di pasar dan memenangkan hati penggunanya. Akahkah hiruk-pikuk pilkada dan liburan akhir tahun dapat dimaksimalkan?
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti