tirto.id -
"Yang akan mengajukan komplain itu banyak sekali dan yang terdata itu yang tidak bermasalah (izin usahanya) hanya belum mendapat (sertifikat) clean and clear itu hanya ada 99. Belum lagi yang lain-lain," ungkapnya di gedung Ombudsman, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2018).
Pembekuan perusahaan itu dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam rangka penataan izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia.
Sebab, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ribuan IUP bermunculan hingga mencapai 10.000 izin yang gampir separuhnya dianggap bermasalah oleh Kementerian ESDM.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, ada 6.565 IUP telah dinyatakan CnC. Sementara, dari hasil koordinasi dan supervisi yang dilakukan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada 2.595 IUP yang dicabut oleh pemerintah daerah pada periode 2015-2017.
Kendati demikian, perusahaan-perusahaan non-CnC yang dibekukan berhak mengajukan gugatan ke pengadilan atau ombudsman hingga ada keputusan bahwa perusahaan itu tidak bermasalah.
Sebab, kata Lao Ode, tak semua perusahaan dengan status non-CNC memiliki masalah dan kalau dalam memenuhi kewajibannya saat beroperasi. Status CnC, bisa juga disebabkan lambatnya penerbitan izin-izin oleh pemerintah daerah.
"Sebagian besar seperti itu karena keterlambatan administrasi daerah. Sehingga, terlambat juga diajukan (sertifikat CnC) ke Jakarta," ujarnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yandri Daniel Damaledo