Menuju konten utama

Peruri Larang Acara Nobar & Diskusi Film Dirty Vote di Mbloc

Gerakan salam empat jari dilarang menggelar nobar diskusi film dokumenter Dirty Vote oleh Peruri.

Peruri Larang Acara Nobar & Diskusi Film Dirty Vote di Mbloc
Film Dirty Vote. Instagram/dirtyvote

tirto.id - Rencana Gerakan Salam Empat (4) Jari yang ingin menggelar nonton bareng (nobar) dan diskusi film dokumenter Dirty Vote karya Dandhy Dwi Laksono, harus pupus. Rencananya agenda tersebut akan digelar pukul 19.00-21.30 WIB di Mbloc Creative Hall, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2024) malam ini.

Inisiator Gerakan Salam Empat Jari, John Muhammad, mengaku, kabar tersebut diterima secara mendadak, Minggu (11/2/2024) malam. Mereka dilarang pihak Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), yang merupakan perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Malam ini jam 21.58 kami (Salam 4 Jari) mendapat kabar kalau acara nobar dan diskusi film Dirty Vote yang akan diselenggarakan tanggal 12 Februari 2024, Jam 19.00 - 21.30 WIB di Mbloc Creative Hall mendadak dilarang oleh pihak Peruri sebagai pemilik aset Mbloc Space," kata John saat dikonfirmasi Tirto, Senin (12/2/2024).

John mengaku hingga kini pihaknya belum mengetahui secara pasti alasan Peruri melarang mereka menggelar nobar film itu di lokasi tersebut.

"Dengan alasan yang belum diketahui dengan pasti. Surat pelarangan rencananya akan dikirimkan/diinfokan malam ini [Minggu] juga," ucap John.

Reporter Tirto sudah berusaha menghubungi pihak Peruri melalui Direktur Utama, Dwina Septiani Wijaya, perihal alasan mendadak melarang Gerakan Salam Empat Jari menggelar nobar dan diskusi di lokasi tersebut. Namun, hingga berita ini dipublikasikan belum mendapatkan jawaban.

Diketahui, Film dokumenter kecurangan pemilu itu tayang, Minggu kemarin. Film ini merupakan hasil upaya koalisi masyarakat sipil menguak desain kecurangan pemilu. Dirty Vote merupakan dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.

Penjelasan ketiga ahli hukum di film ini berpijak atas sejumlah fakta dan data. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Dokumenter Refleksi di Masa Tenang Pemilu

Dhandy menuturkan, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” ungkap Dhandy.

Berbeda dengan film-film dokumenter di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru sebelumnya, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.

Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira mengatakan, dokumenter ini sesungguhnya memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.

“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” kata Joni.

Sementara itu, Bivitri Susanti, menilai, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat. Kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.

“Atau kita bersuara lantang dan bertindak agar republik yang kita cita-citakan terus hidup dan bertumbuh. Pilihan Anda menentukan,” kata Bivitri.

Bivitri menuturkan, pesan yang sama disampaikan oleh Feri Amsari memiliki esensi pemilu disebutnya sebagai rasa cinta Tanah Air. Menurutnya, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini.

Baca juga artikel terkait FILM DIRTY VOTE atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Flash news
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin