tirto.id - Sebanyak 38 ketua DPD I Partai Golkar berkumpul di Bali pada Minggu 30 Juli 2023 malam. Mereka menyatakan dukungan kepada Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum partai beringin seraya menolak isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam mengklaim pertemuan DPD I di Bali itu ilegal. Pasalnya, kata dia, forum pengambilan keputusan tidak sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Golkar.
"Yang kemarin di Bali itu forum ilegal. Tidak dikenal dalam institusi Golkar. Di Golkar tidak dikenal silaturahmi nasional. Forum itu bukan forum mengambil keputusan yang sah sesuai AD/ART. (Itu cuma) ngopi-ngopi di Bali, kemudian mendukung Pak Airlangga," kata Ridwan saat dihubungi Tirto, Selasa (1/8/203).
Ridwan menyatakan permintaan Munaslub oleh para senior yang menamakan diri Pemrakarsa Penggerak Kebangkitan Partai Golkar bukan tanpa alasan.
Menurut dia, jika Airlangga tidak maju capres 2024 atau hanya maju sebagai cawapres, maka Golkar mesti melakukan Munaslub. Forum itu untuk menganulir keputusan Musyawarah Nasional (Munas) 2019 yang memberi mandat Airlangga sebagai capres 2024.
"Jadi, apabila ternyata Airlangga tidak jadi maju jadi presiden harus diubah keputusan Munas 2019 itu yang menyatakan Pak Airlangga maju sebagai presiden. Kan keputusan Munas 2019 bunyinya itu salah satunya, terus Airlangga menjadi wakil presiden harus diubah oleh Munaslub. Karena dari presiden ke wakil presiden harus diubah," tutur Ridwan.
Ia juga mengatakan jika Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga mendaulat calon presiden di luar internal harus melakukan Munaslub untuk mengubah isi keputusan Munas 2019 itu.
"Apalagi Pak Airlangga tidak maju. Enggak maju dia dukung presiden yang lain, maka juga harus Munaslub untuk mengubah keputusan Munas 2019," ucap Ridwan.
Lebih lanjut, Ridwan mengatakan permintaan mengadakan Munaslub bukan untuk menggantikan posisi Airlangga dari kursi ketua umum. Ia menyebut itu hanyalah salah paham.
"Ini salah paham, tidak ada urusan orang mau mengadakan Munaslub. Munaslubnya itu untuk mengubah keputusan Munas yang dibikin oleh DPD-DPD waktu 2019," jelas Ridwan.
Ridwan menambahkan, permintaan Airlangga untuk mengundurkan diri dari Ketum Golkar justru muncul setelah dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Menko Perekonomian itu diperiksa selama 12 jam oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung.
"Setelah 12 jam diperiksa oleh kejaksaan maka saya mengatakan, 'loh kok diperiksa sampai 12 jam, ada sesuatu ini.' Sebaiknya untuk tidak merusak nama Partai Golkar karena ada kasus hukum korupsi maka sebaiknya Pak Airlangga mengundurkan diri," tandas Ridwan.
Ia mengatakan harus ada kebesaran jiwa dari Airlangga untuk menyelamatkan Partai Golkar guna mencegah stigmatisasi partai yang korup. Meski demikian, Ridwan menyebut Airlangga belum tentu bersalah dalam perkara tersebut.
"Pak Airlangga belum tentu salah lho. Nanti keputusan di pengadilan. Itu prosesnya satu tahun. Terus Golkar dipimpin oleh orang yang bermasalah, kan, hancur," tukasnya.
Sebelumnya, Airlangga mengklaim seluruh pengurus Golkar menolak Munaslub. Hal itu sesuai keputusan pertemuan pengurus dan petinggi DPD partai di Bali.
"Ya seluruh pengurus Golkar, DPD I menolak Munaslub, jadi seluruh senior menolak munaslub," kata Airlangga di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Dia juga mengklaim dalam pertemuan di Bali membuka pintu untuk komunikasi kepada semua kandidat bakal calon presiden, termasuk ke Prabowo. "Ya tentu unsur dorongan-dorongan kan selalu ada tapi tentu ada tim yang sedang bekerja," pungkas Airlangga.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Fahreza Rizky