tirto.id - Menteri Koordiantor Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan letak kesalahan dari industri sawit. Hal itu ia ucapkan menyikapi derasnya kritik dari organisasi non pemerintah (NGO), seperti Greenpeace, yang menurutnya kerap "menyerang" industri sawit.
“Kemiskinan [turun] dari 10 persen ke 9 persen. Itu karena dana desa dan sawit. Salahnya dimana? Ini Greenpeace dan NGO lain nyerang-nyerang,” kata Luhut dalam diskusi “Pengembangan Industri Kelapa Sawit Menuju Kemandirian Energi” di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Luhut mengklaim industri kelapa sawit telah menyerap hampir 20 juta pekerja di Indonesia. Ia pun mengaitkan kehadiran industri sawit dengan salah satu target pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang berfokus pada pengentasan kemiskinan.
Oleh karena itu, Luhut mempertanyakan sikap sejumlah organisasi lingkungan yang kerap mengkritik industri sawit Indonesia. Menurut dia, sawit yang dikembangkan di Indonesia berkaitan erat dengan kepentingan nasional.
Dia menambahkan industri sawit Indonesia kini sudah tidak lagi mengarah pada ekspor komoditas saja, tetapi juga menciptakan nilai tambah melalui produk turunannya.
“Sekarang palm oil [minyak sawit] memberikan kesejahteraan kepada banyak orang. Kok ribut? Apanya independen-independen. Kami bicara kepentingan nasional,” ucap Luhut.
Belakangan pemerintah Indonesia sedang cemas karena Uni Eropa berencana mengesahkan larangan sawit menjadi bahan biofuel di kawasan tersebut. Rencana Uni Eropa ini didasari alasan industri sawit membawa dampak buruk ke lingkungan, seperti deforestasi dan alih fungsi lahan.
Pemerintah Indonesia mengancam akan mengadu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) jika Uni Eropa benar-benar memberlakukan larangan mempersempit ruang ekspor sawit RI itu. Bahkan, Menko Luhut sempat mewacanakan pemboikotan terhadap produk dari negara-negara Uni Eropa.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom