tirto.id - Pertamina memprediksi kinerja kuangan pada kuartal dua (Q2) 2019 belum tentu sebaik pada kuartal satu (Q1) yang mampu mencetak laba 677 juta USD.
Direktur Keuangan Pertamina, Pahala N. Mansury menjelaskan, perkiraan itu disebabkan pengaruh kenaikan harga minyak mentah atau Indonesia Crude Price (ICP).
Kenaikan ICP, kata Pahala, tergolong cukup signifikan. Dari 60 dolar AS per barel, harganya diprediksi merangkat naik hingga 67 dolar AS-68 dolar AS per barel.
Alhasil membaiknya harga ICP yang sempat terjadi pada Q1 diprediksi belum akan berpihak pada kinerja keuangan Pertamina Q2.
"(Q2) kayaknya gak terlalu baik dibandingkan Q1. Khususnya di April-Juni. Karena memang ada harga ICP naik. Rata-rata kisaran di bawah 60 dolar AS menjadi 67-68 dolar AS per barel," ucap Pahala kepada wartawan saat ditemui di gedung DPR, Kamis (27/6/2019).
Kendati memiliki prediksi yang lebih rendah pada Q2, Pahala menuturkan Pertamina tetap menargetkan pertumbuhan pendapatan sebanyak 2 persen. Lalu, laba kinerja ditargetkan berjumlah 1,5 juta dolar AS pada akhir 2019 nanti.
"Target laba nanti 1,5 juta dolar AS. Pendapatan [ditargetkan] tumbuh 2 persen [dari 2018]," ucap Pahala.
Mengenai upaya pemerintah untuk meraih target itu, Pahala mengatakan, prosesnya cukup bergantung pada harga ICP.
Meskipun ada peningkatan konsumsi, ia memastikan, tidak cukup untuk menopang kinerja perseroan karena sensitifitasnya masih lebih dominan dipengaruhi oleh harga minyak dunia.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali