tirto.id - PT Pertamina (Persero) mengklaim sejauh ini berhasil mendorong migrasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium ke pertalite dan pertamax.
Direktur Pemasaran Pertamina Muhammad Iskandar mencatat ada peningkatan signifikan di angka konsumsi pertalite dan pertamax pada kuartal I 2017 dibanding periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini, menunjukkan masyarakat Indonesia cenderung mempertimbangkan kualitas dalam memilih jenis BBM.
“Pada kuartal I 2016, konsumsi proporsional premium masih 83 persen (dari total konsumsi BBM). Sementara di kuartal I 2017 ini sudah turun jadi 44,3 persen,” ujar Iskandar dalam jumpa pers di kantornya, pada Rabu (24/5/2017) siang.
Sementara itu, Iskandar melanjutkan, angka penggunaan pertamax meningkat jumlahnya apabila dilihat secara year-on-year. Proporsi konsumsi pertamax pada kuartal I 2017 mencapai 16,7 persen atau lebih baik ketimbang periode yang sama di tahun lalu, yakni 10,1 persen.
"Perpindahan konsumen dari produk premium ke BBK (Bahan Bakar Khusus) masih terus terjadi,” ujar dia.
Ke depan, menurut Iskandar, Pertamina menargetkan tingkat penggunaan BBK di masyarakat dapat mencapai 67 persen dari total konsumsi BBM di akhir 2017. “Sementara ini sekitar 32,5-33 persen, itu yang masih terus bertahan,” kata dia.
Dia juga menarangkan, untuk konsumsi solar subsidi, mengalami kenaikan 7 persen di kuartal I 2017 dibandingkan periode yang sama pada 2016.
“Kenaikan ini (konsumsi solar subsidi) merata, tidak fokus hanya di satu daerah saja, melainkan merata di seluruh kabupaten, kota, dan provinsi. Jumlahnya lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 3,7 persen,” ujar Iskandar.
Menurut Iskandar, Pertamina terus berupaya mengajak masyarakat berpindah dari penggunaan premium dengan memaksimalkan penyediaan pertalite dan pertamax di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“Kuncinya ada pada ketersediaan di outlet kita. Kita masifkan, jangan sampai SPBU nggak jual itu (pertalite dan pertamax). Jadi ketersediaannya dulu, baru merangsang konsumen untuk membeli,” kata Iskandar.
Dia melanjutkan, “Sebenarnya (upaya migrasi) ini juga untuk mendidik konsumen. Karena semestinya BBM yang digunakan adalah di atas RON 91. Tapi untuk beralih itu, kita kasih tangga dulu di situ.”
Meskipun demikian, Iskandar membantah anggapan bahwa Pertamina selama ini sengaja mengurangi stok penyediaan premium di SPBU-SPBU.
“Nggak, jadi kita jaga juga agar SPBU tidak kosong dengan premium. Masyarakat sendiri yang berpindah,” kata dia.
Konsumsi premium memang terindikasi menjadi beban bagi Pertamina. Pada hari ini, perusahaan migas plat merah ini mengumumkan keuntungannya tergerus akibat tidak menaikkan harga, di tengah kenaikan harga minyak dunia (Indonesia Crude Price/ICP).
“Harga premium saat ini sekitar Rp6.450,00 per liter, sementara seharusnya harganya Rp6.850,00 per liter," kata Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman. "Secara formula, harga memang ditetapkan dari harga di kuartal sebelumnya. Jadi kalau melihat selisih formula dengan apa yang ditetapkan, premium itu sekitar Rp400,00 di bawah formula.”
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom