Menuju konten utama

Persaingan Sengit Boeing Melawan Airbus

Persaingan Boeing dan Airbus bukan barang baru. Kini, persaingan itu harus menelan korban. Ribuan karyawan Boeing menjadi korban PHK karena efisiensi. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mengalahkan Airbus.
Sementara itu persaingan dari segi kinerja juga tidak kalah, oleh The Telegraph tercatat Airbus lebih unggul dari segi pesanan sepanjang tahun 2015. Kini bertambah produsen-produsen baru seperti dari Cina dan Rusia.

Persaingan Sengit Boeing Melawan Airbus
Pesawat Airbus A380. SHUTTERSTOCK

tirto.id - Pagi hari, 27 April 2005. Lebih dari 30.000 pasang mata tertuju ke sebuah pesawat berkelir biru dengan warna dasar putih di Bandara Toulouse Blagnac, Perancis. Tepat pukul 10.29 waktu setempat, pesawat yang kini dijuluki super jumbo itu untuk kali pertama mengangkasa. Itulah akhir penantian pegawai Airbus selama 15 tahun.

Dengan terbangnya Airbus A380 , rekor Boeing 747-sebagai pesawat jumbo akhirnya terpatahkan. Produsen pesawat dari Amerika itu telah memegang rekor tersebut sejak 1970.

Tak butuh waktu lama bagi Airbus mengirimkan pesawat jumbonya ke pembeli perdana. Pada 25 Oktober 2007, Airbus A380 untuk kali pertamanya beroperasi dengan bendera Singapore Airlines. Dengan rute Singapura ke Sydney, Airbus A380 milik Singapore Airlines mampu mengangkut ratusan penumpang.

Rival utama Airbus, Boeing tidak tinggal diam. Boeing akhirnya merilis pesawat Boeing 747-8 pada Februari 2011, sebagai generasi terbaru pesawat jumbo dari produsen pesawat yang lahir sejak 1916 ini.

Tidak hanya dalam hal membuat super jumbo, Boeing dan Airbus selalu bersaing dalam semua jenis pesawat. Keduanya sudah saling menjadi musuh abadi. Kabar terbaru dari perseteruan itu, Boeing melakukan efisiensi besar-besaran, termasuk dengan melakukan PHK hingga ribuan orang. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mengalahkan Airbus.

Pertarungan Duo Jumbo

Bagi produsen, mampu menjual pesawat jumbo adalah sebuah gengsi. Unit yang dijual memang relatif lebih sedikit, tetapi nilai gengsinya lebih tinggi. Itulah mengapa Boeing dan Airbus selalu bersaing ketat dalam hal membuat pesawat jumbo.

Perlombaan membuat pesawat komersial raksasa sudah digagas sejak awal 1990-an. Boeing sempat menyiapkan proyek pesawat jumbo Boeing 747 Double Decker, tapi dibatalkan pada 1993. Airbus akhirnya melenggang sendiri mengembangkan super jumbo tanpa pesaing.

Keputusan Boeing membatalkan proyek ambisius 23 tahun lalu cukup logis. Ketika itu, membangun pesawat jumbo baru penuh dengan risiko investasi yang tinggi. Namun, ketika Airbus A380 resmi beroperasi dengan bendera Singapore Airlines pada 2007, keraguan itu berhasil ditepis.

Boeing sempat yakin masa depan industri pesawat akan lebih banyak pada rute-rute pendek dan menengah yang cukup dilayani dengan pesawat kecil dan medium. Boeing lebih memilih mengembangkan pesawat jumbo Boeing 747-8, dengan kapasitasnya lebih kecil dari Airbus A380, agar tak kalah telak dengan Airbus. Kapasitas maksimal Airbus A380 bila seluruh kursi dibuat untuk kelas ekonomi bisa menampung 800 orang, sedangkan Boeing 747-8 hanya sekitar 600 orang.

Boeing ternyata keteteran menghadapi persaingan di segmen pesawat jumbo. Pada awal 2016, Boeing mengumumkan memangkas setengah produksi pesawat jumbo 747-8. Program pemangkasan produksi pesawat jumbo Boeing akan berlangsung mulai September dari rencana 12 unit jadi hanya 6 pesawat. Pesawat jumbo dengan empat mesin dianggap kalah populer dibandingkan dengan pesawat hanya bermesin ganda karena lebih efisien. Belakangan ini, Boeing 747 lebih populer dikenal sebagai pesawat kargo daripada pesawat penumpang.

"Sebenarnya, Boeing 747 sedang mati pelan-pelan," kata Analis Dirgantara dari The Teal Group Richard Aboulafia dikutip dari BBC.

Saling Menyalip

Boeing memang sedang berusaha keras memenangkan persaingan dengan Airbus. Efisiensi adalah jalan keluar terbaik. Ini dikarenakan Boeing sedang menghadapi perang harga dengan Airbus.

"Senjata terbesar yang mereka gunakan sekarang adalah harga. Mereka menyerang kita dengan harga di setiap kampanye tunggal (untuk pemesanan). Dan hasilnya adalah, Anda tahu, kita menghadapi kesulitan," kata Roy Conner, kepala bisnis pesawat Boeing, seperti dilansir The Guardian.

Untuk menghasilkan efisiensi sehingga memenangkan perang harga, Boeing akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 4.550 karyawan. Bagian yang banyak terkena PHK yaitu divisi pesawat komersial sebanyak 4.000 orang, sisanya bagian laboratorium pengetesan pesawat. Angka PHK ini akan bertambah menjadi 8.000 karyawan hingga akhir 2016 atau setara 10 persen jumlah total tenaga kerja mereka.

Secara kinerja, Boeing sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Dalam lima tahun terakhir, ada pertumbuhan pendapatan. Berdasarkan data laporan keuangan 2011, Boeing meraup pendapatan 68,7 miliar dolar. Empat tahun kemudian, pendapatan Boeing meningkat pesat menjadi 96,1 miliar dolar, naik dari posisi 2014 yang hanya 90,8 miliar dolar.

Sementara itu, pesaingnya juga mencatatkan kinerja yang tak kalah baik. Pada 2013, pendapatan Airbus tercatat 57,7 miliar euro dan meningkat menjadi 60,7 miliar euro setahun kemudian. Aerotime.aero melaporkan kinerja pundi-pundi laba Airbus yang cukup positif. Pada tahun lalu Airbus membukukan laba 2,7 miliar euro atau naik dari tahun sebelumnya yang hanya 2,3 miliar euro.

Dari sisi kinerja pemesanan pesawat, The Telegraph menulis, Airbus lebih unggul dengan meraih 1.036 pesanan pesawat sepanjang 2015. Total daftar tunggu pemasanan pesawat mencapai 6.787 unit pesawat yang nilainya 996 miliar dolar hingga akhir tahun lalu. Pesaingnya, Boeing justru hanya mendapat 768 pesanan pesawat, dengan total daftar tunggu mencapai 5.795 unit pesawat, setara 850 miliar dolar.

Airbus lagi-lagi mengungguli Boeing, kali dalam hal pesanan pesawat super jumbo. Hingga akhir 2015, total daftar tunggu A380 mencapai 140 unit. Boeing harus puas dengan hanya 20 unit daftar tunggu Boeing 747-8. Namun, untuk urusan pengiriman, Boeing jadi juaranya. Tahun lalu, Boeing berhasil mengirim 762 pesawat kepada pemesan. Sedangkan Airbus hanya mampu mengirim 635 pesawat.

Airbus bisa jadi lebih unggul pada saat ini. Namun, bisa jadi kondisi berbalik di masa depan. Yang pasti, keduanya tak boleh lengah dengan hanya melihat pesaing besarnya saja. Airbus dan Boeing harus mewaspadai hadirnya produsen-produsen baru seperti dari Cina dan Rusia.

Cina dan Rusia sedang mengembangkan pesawat berbadan lebar (widebody) berkapasitas hingga 350 penumpang. Pesawat yang diberi nama C929 dikembangkan bersama United Aircraft Corp dan Commercial Aircraft Corporation of China Ltd (COMAC). Tujuan kerja sama ini untuk menantang dominasi Boeing dan Airbus di segmen pesawat berbadan lebar seperti Boeing 777. Pada awal November tahun lalu, COMAC meluncurkan pesawat dengan ukuran lebih sempit berkapasitas 158-174 kursi yang diberi nama C919 sebagai pesaing Boeing 737 dan Airbus A320.

Cina dan Rusia sudah pasti tidak akan berhenti di sana. Dua negara berkembang yang memiliki dana berlimpah ini pasti akan berusaha keras untuk memajukan industrinya. Munculnya pesaing baru ini bisa membuat peta industri penerbangan menjadi berbeda di masa depan. Boeing dan Airbus tak boleh menutup mata untuk ini.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI PESAWAT atau tulisan lainnya

tirto.id - Bisnis
Reporter: Suhendra