Menuju konten utama

Perlukah Setya Novanto Segera Ditahan?

Langkah ini perlu diambil KPK lantaran Novanto sudah dua kali mangkir. Ditambah, Novanto punya banyak alasan.

Perlukah Setya Novanto Segera Ditahan?
Ketua DPR Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi segera menjemput paksa dan menahan Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.

Sebab, Novanto sudah dua kali ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) di Kemendagri. "Sudah harus dijemput paksa. Enggak ada lagi caranya," kata Pengurus GMPG Mirwan DZ Fauli, Sabtu (11/11).

Menurut Mirwan, langkah ini perlu diambil lantaran Novanto sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK pada 13 dan 18 Oktober lalu. Ditambah, kata dia, Novanto punya banyak alasan.

"Harus izin presiden lah, sakit lah," kata Mirwan.

Ia pun memprediksi usaha jemput paksa dan penahanan ini tak mudah. Ia menyebut, bakal ada perlawanan dari politikus Golkar yang mendukung Novanto.

“Tapi, KPK tentu punya mekanisme hukum soal penahan seorang tersangka,” imbuh dia.

Baca juga:KPK Kembali Tetapkan Setya Novanto Sebagai Tersangka Kasus E-KTP

Terpisah, pakar hukum Universitas Andalas Ferry Amsari menilai upaya panggil paksa masih jauh untuk dilakukan. Ferry menyitir ihwal turunnya surat perintah penyidikan untuk Setya Novanto yang baru diterbitkan. Terlebih, upaya panggil paksa hanya bisa dilakukan setelah tersangka tiga kali mangkir dari panggilan penyidik.

"Suratnya kan baru. Haknya tiga kali setelah itu baru dipanggil paksa," kata Ferry pada Tirto.

Ferry meminta KPK tidak perlu terburu-buru memanggil paksa Novanto. KPK harus taat prosedur hukum agar tidak terjadi kesalahan yang berakibat Novanto kembali lolos.

Meski begitu, lanjut Ferry, KPK berhak menahan Novanto saat memenuhi panggilan selayaknya tersangka lainnya. Dengan catatan, dua alat bukti sudah cukup, dan mempersiapkan tim dokter untuk mengantisipasi dalih sakit.

"Sebagai bukti alternatif bila dokter pribadi Novanto tidak mau memberikan keterangan," kata Ferry.

Saat ini, KPK sendiri menyatakan belum memikirkan penahanan Novanto. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK masih fokus memeriksa saksi-saki.

"Nanti kami agendakan juga pemeriksaan tersangka," ujar Febri.

Febri memastikan, Novanto pasti akan ditahan. Namun, ia sekali lagi menyatakan, hal itu dilakukan setelah konstruksi kasus rampung dibangun dari keterangan saksi.

Novanto, melalui Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, memastikan, taat dengan aturan hukum. Ketua Umum Partai Golkar ini akan hadir, jika KPK memeriksanya.

“Pak Nov akan kooperatif atas seluruh proses hukum yang ada," kata Idrus.

Baca juga:Setya Novanto: Saya Bukan Penjahat Kenapa Diperlakukan Tidak Adil

Sebelumnya, KPK telah menggelar ekspose kasus E-KTP akhir Oktober lalu. Dari hasil ekspose, KPK menyimpulkan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menaikan status penyelidikan kasus tersebut ke tingkat penyidikan.

KPK lantas mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Setya Novanto pada 3 November. Surat itu juga menyertakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang digunakan untuk menjerat Novanto sebagai tersangka.

Dalam persidangan kasus E-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, terungkap peran Novanto dalam kasus ini. Sewaktu menjabat sebagai Anggota DPR RI 2009-2014, Novanto diduga bersama-sama dengan Dirut Quadra Solution Anang Sugiana S, pengusaha Andi Agustinus, serta mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto telah menyalahgunakan wewenang dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi.

Novanto bersama yang lainnya diduga telah merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun dalam proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. KPK menyangkakan Novanto telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih