tirto.id - Penyingkiran 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)--yang sebagian di antaranya tengah menangani kasus besar seperti bansos--lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) mendapatkan perlawanan masif. Jika awalnya yang tampak bersuara adalah orang-orang luar, misalnya para aktivis dan masyarakat umum, semakin ke sini resistensi juga jelas ditunjukkan dari dalam, baik yang disingkirkan atau yang lolos.
Mereka semakin sering bersuara di media sosial masing-masing, tampil di media massa, bahkan bersaksi dalam video dokumenter.
Bukan hanya itu, menurut keterangan mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah via Twitter, 693 pegawai yang lolos dalam TWK untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) juga satu suara menolak Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang isinya terkait pemecatan 51 pegawai dan tes ulang 24 pegawai lain. Surat ini ditandatangani langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Dia mengatakan solidaritas ini muncul karena memang TWK “bukan tentang lulus atau tidak, tapi tes yang bermasalah.”
Para pegawai yang lolos TWK telah membuat surat terbuka untuk pimpinan KPK. Mereka meminta pimpinan untuk menunda pelantikan yang lolos menjadi ASN pada hari ini, 1 Juni 2021, sampai masalah selesai dengan terang benderang.
Mereka juga meminta agar pimpinan menaati UU Nomor 19 Tahun 2019, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020, dan keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada 4 Mei 2021.
“Permintaan kami tersebut sampai dengan saat ini tidak dipedulikan oleh pimpinan KPK, terbukti dari terbitnya perintah dari pimpinan KPK untuk pelaksanaan pelantikan pegawai KPK sebagai ASN pada 1 Juni 2021,” demikian isi surat tersebut.
Dalam surat tersebut mereka juga meminta Presiden Joko Widodo untuk mengintervensi KPK agar peralihan status kepegawaian menjadi ASN mematuhi perundang-undangan, atau setidaknya memerintahkan KPK untuk menunda pelantikan pegawai yang lolos.
Sebelumnya juga beredar surat dari 75 pegawai dari Direktorat Penyelidikan pada 27 Juni 2021. Mereka menekankan beberapa hal senada: penundaan pelantikan, pimpinan menaati arahan Presiden--bahwa peralihan status jangan sampai merugikan pegawai, dan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang isinya sama.
Selain itu, dalam surat tersebut juga tertulis “kami meminta agar hasil tes (lengkap berikut kertas kerja) dapat dibuka, sesuai dengan perintah UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 17 huruf h angka 5 dan Pasal 18 ayat 2, yaitu berdasarkan persetujuan tertulis dari masing-masing pegawai.”
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono mengapresiasi solidaritas pada pegawai meskipun sikap tersebut memiliki konsekuensi yang berat: ancaman tidak menjadi PNS. Giri adalah salah satu dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK.
“Kami pegawai KPK adalah satu. Mereka semua yang ikut tes berintegritas. Kami ingin gerbong dan lokomotifnya menyatu kembali melawan yang menggangu pemberantasan korupsi,” ujar Giri kepada reporter Tirto, Senin (31/5/2021).
Menurut peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman, surat dari para pegawai KPK yang lolos membawa pesan yang sangat jelas: bahwa di KPK memang sedang terjadi praktik kesewenang-wenangan.
“Terlebih semua paham TWK sebagai dasar pemecatan merupakan bentuk kesewenangan yang bertentangan dengan UU 19/2019, putusan MK 70/2019, maupun pidato Presiden,” ujar Zaenur kepada reporter Tirto, Senin.
Meski demikian, Zaenur pesimistis jawaban atas surat-surat tersebut sesuai ekspektasi para pegawai. Menurutnya sudah menjadi kebiasaan pimpinan KPK periode ini seolah tidak peduli dengan aspirasi masyarakat.
Zaenur berharap Presiden Jokowi mengintervensi segera peralihan status ASN di KPK. “Presiden harus memberi perintah kepada Kepala BKN, Men PAN-RB, dan Menkumham untuk duduk kembali bersama KPK dan melanjutkan proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana pidato Presiden,” ujar Zaenur.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan sudah menerima surat dari pegawai KPK yang lolos tersebut. Ia menghargai solidaritas tersebut dan akan segera mempertimbangkan usulan penundaan pelantikan. “Hasilnya kami kabarkan selanjutnya,” ujar Ghufron dalam keterangan tertulis, Minggu.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino