tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk intens menggelar pertemuan seminggu sekali. Jokowi pun menilai pertemuan penting untuk membahas upaya menjaga kestabilan sektor keuangan bangsa.
"Yang paling penting juga antisipasi terhadap semua skenario ke depan, cepat dalam merespons setiap perubahan. Misalnya untuk inflasi, cek terus di lapangan, selesaikan kalau ada masalah dengan cepat. Kemudian juga perkuat KSSK, sering ketemu, sering berbicara untuk menjaga stabilitas sektor keuangan," ujar Jokowi saat menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2023 yang digelar di Graha Bhasvara Icchana, Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, pada Rabu (29/11/2023).
KSSK terdiri atas Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.
Jokowi meminta KSSK mempererat koordinasi. Ia pun menilai pertemuan tidak selalu harus formal dan bisa dilakukan dengan cara ngopi.
"Dalam situasi seperti ini enggak bisa, minimal seminggu sekali atau dua minggu sekali ketemu untuk ya ngopi bareng-bareng kan enggak ada masalah. Enggak usah serius, tetapi saling bertukar angka, bertukar kalkulasi, bertukar hitung-hitungan karena memang kondisinya kita harus merespons dengan cepat terhadap situasi-situasi yang berubah," ungkap dia.
Menurut mantan Walikota Solo tersebut, dunia sedang tidak dalam situasi baik-baik saja saat ini. Hal ini tidak lepas dari fenomena domestik negara lain yang berdampak global.
Ia mencontohkan antara lain persoalan inflasi dan tingginya suku bunga di Amerika Serikat, perlambatan dan krisis properti di Tiongkok, hingga peningkatan tensi geopolitik berupa perang di Ukraina dan Gaza.
"Oleh sebab itu, dampak dari perang yang ada harus sama-sama kita antisipasi. Karena kalau sudah yang namanya perang ini ganggunya ke mana-mana. Gangguan rantai pasok global, lonjakan harga pangan, lonjakan harga energi, semuanya akan terdampak semuanya," jelas Jokowi.
Selain situasi tersebut, dunia juga saat ini merasakan langsung dampak perubahan iklim. Salah satunya adalah permasalahan pangan di Indonesia. Pemanasan global telah membuat produksi pangan Indonesia menurun, ditambah dengan pembatasan ekspor pangan dari 22 negara.
Di tengah berbagai tantangan tersebut, Jokowi bersyukur bahwa ekonomi Indonesia masih tumbuh dan stabil di kisaran 5 persen, serta inflasi yang cenderung stabil pada kisaran 2,6 persen. Sebagai perbandingan, Presiden Jokowi menyebut pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara antara lain Malaysia 3,3 persen, AS 2,9 persen, Korea Selatan 1,4 persen, dan Uni Eropa 0,1 persen.
"Artinya apa? Kita harus optimistis, tetapi tetap harus waspada, tetap harus hati-hati. Waspada pada perubahan yang super cepat, perubahan terhadap disrupsi teknologi yang juga super cepat. Memang kita harus prudent dalam melangkah, tetapi juga jangan terlalu hati-hati. Kredit terlalu hati-hati, semuanya terlalu hati-hati, akibatnya kering perputaran di sektor riil," ucap Jokowi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Anggun P Situmorang