tirto.id - Suasana kampanye terasa dalam peresmian MRT Fase I di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (24/3/2019) pagi. Dari atas panggung, sejumlah orang terlihat mengacungkan jari telunjuknya ke udara.
Ini bermula ketika Presiden Joko Widodo--yang juga merupakan petahana dalam Pilpres 2019--berpidato.
"Tadi saya sudah perintahkan yang rute timur ke barat juga dimulai [dibangun] tahun ini. Setuju tidak? Yang setuju tunjuk jari," kata Jokowi. Respons hadirin seperti yang tadi disebut diawal--meski Tempo menemukan ada yang menunjukkan salam dua jari.
Dalam suasana pemilu seperti sekarang, acungan jari bisa diartikan sebagai bentuk dukungan terhadap pasangan calon tertentu, meski misalnya tak bermaksud begitu. Mengacungkan satu jari bisa diartikan mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sementara dua jari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dua contoh betapa rumitnya acungan jari ini adalah kasus salam dua jari Anies Baswedan di Sentul pada 17 Desember 2018 dan acungan satu jari Sri Mulyani serta Luhut Panjaitan di Bali pada 14 Oktober 2018.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, menyebut ajakan Jokowi untuk mengacungkan jari ini sebagai bentuk kampanye terselubung.
"Namanya juga Pak Jokowi. Dia penguasa, ya. Dia tentu dapat memanfaatkan segala momentum untuk berkampanye secara terselubung," ucap Andre saat dihubungi reporter Tirto, Minggu (24/3) sore.
Kampanye terselubung adalah pelanggaran pemilu. Polri bahkan bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memberantas kampanye ini, terutama di media sosial.
Namun Andre mengaku belum berencana melaporkan ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ia mengatakan sekarang tim sedang fokus menyelenggarakan kampanye terbuka yang baru saja dimulai hari ini.
"Enggak usahlah [lapor]. Kami fokus kampanye akbar dan door to door saja. Biarkan saja terserah dia mau kampanye terselubung," tambah Andre.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowo-Ma'ruf, Johnny G Plate, mengatakan apa yang dilakukan Jokowi bukan bermaksud ajakan memilih dia sebagai presiden untuk periode kedua.
Karena itu ia menyimpulkan bahwa hal ini sama sekali tidak dapat dikaitkan apalagi dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu.
Dalam Pasal 1 ayat 35 UU 7/2017 tentang Pemilu, kampanye didefinisikan sebagai: "kegiatan peserta pemilu... untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu."
"Ada enggak dia ngomong [pilih nomor 01]. Tidak, kan? Kalau mengajak pilih nomor 1 itu [baru] melanggar," kata Johnny kepada reporter Tirto.
Menurut Johnny, acungan jari merupakan bentuk konfirmasi dari masyarakat agar pemerintah melanjutkan pembangunan.
"Pihak yang lain jangan terlalu sensitif. Ini kan urusan pembangunan. Jangan sama angkat jari saja sensitif," kata Johnny.
Reporter Tirto berupaya menghubungi Komisioner Bawaslu untuk memastikan apakah pidato Jokowi melanggar aturan atau tidak, tapi belum ada respons. Beberapa yang telah dihubungi di antaranya adalah Rahman Bagja dan Abhan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino