tirto.id - Elizabeth Campbell adalah seorang pengelola ekspedisi sederhana di Observasium Lick, Gunung Hamilton, California, Amerika Serikat.
Dalam pekerjaannya, Elizabeth memiliki peran yang penting, yaitu menjalin relasi dengan komunitas ilmuwan yang mengobservasi gunung, keluarga, dan enam ekspedisi yang dibiayai oleh observasium di berbagai lokasi di dunia untuk mengamati gerhana.
Daily.jstor mendeskripsikan Elizabeth sebagai perempuan yang terorganisir dan membawa dirinya dengan cermat.
Tidak seperti para ilmuwan laki-laki dalam ekspedisi seperti ini yang telah disosialisasikan untuk tidak mengetahui apa-apa tentang kehidupan rumah tangga, Elizabeth siap untuk mengatur setiap detail kehidupan sehari-hari di kamp, dari toilet hingga makan, pembantu hingga kunjungan diplomatik.
Dia membantu mengelola latihan yang rumit untuk memastikan gerhana yang sebenarnya berjalan lancar.
Kisah nyata di atas bisa memberikan inspirasi dan membuka mata kita bahwasanya perempuan dalam dunia STEM (Sains, Technology, Engineering, Mathematics) sangat dibutuhkan, disamping memiliki banyak keahlian yang laki-laki kurang bisa melakukan hal itu.
Sayangnya, di dunia modern ini pun peran perempuan di bidang ‘maskulin’ ini masih kurang diminati.
Sebuah penelitian menyimpulkan, meski nilai anak perempuan sering lebih baik daripada laki-laki, tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah dibanding anak laki-laki mempengaruhi bagaimana perempuan memutuskan untuk mengejar pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau bidang lain.
Padahal, Data UNESCO dan Korean Women’s Development Institute menggambarkan sejumlah ilmu terkait bidang STEM di perguruan tinggi Indonesia sendiri sebenarnya diminati perempuan.
Sebanyak 88 persen responden memilih biologi dan 80,7 persen menaruh minat pada farmasi. Sisanya, pilihan perempuan jatuh pada sejumlah disiplin ilmu lain seperti Kedokteran sebesar 73 persen, kimia 66,8 persen, matematika sejumlah 57,7 persen, dan fisika sebesar 38,9 persen.
Perusahaan-perusahaan pun sebetulnya sudah jarang yang mempermasalahkan gender dalam hal perekrutan karyawan baru.
Hanya saja, beberapa dari mereka mempertimbangkan perempuan dalam posisi tertentu karena sifat alamiah perempuan yang dianggap ‘takut kotor’, memiliki kapasitas yang berbeda dengan laki-laki hingga problematika perempuan jika dalam keadaan hamil, kemudian melahirkan, dan harus mengasuh anak.
Ketakutan-ketakutan tersebut menjadi faktor pemicu mengapa STEM makin terasa sulit medannya untuk perempuan.
Di Rusia, anak perempuan yang tertarik di dunia STEM justru hal yang lumrah. Hal ini dikarenakan sejak kecil mereka telah dididik untuk lebih memusatkan perhatian kepada STEM dan mendorong minat mereka untuk mengembangkan bakat di bidang tersebut.
Sebagai contoh, Olga Reznikova mengaku mempelajari STEM sejak usia dini dan menjadi ahli perangkat lunak, bahkan dengan gaji 30 persen lebih tinggi karena keahliannya.
“Ada masanya saya adalah satu-satunya perempuan yang membuat program komputer di perusahaan. Saya menghadapi beberapa masalah yang serius namun saya bertahan dan sekarang mendapat gaji 30 persen lebih tinggi," kata Olga seperti dilansir BBC.
National Geographic menjelaskan, Ilmu komputer adalah salah satu bidang dengan partisipasi perempuan yang sangat rendah.
Setengah atau lebih pengguna internet adalah perempuan dan mereka dikenal sebagai pengguna teknologi yang paling awal dan antusias.
Tetapi jumlah yang menerima gelar sarjana komputer atau sejenisnya telah menurun dan mencapai kurang dari 20 persen dari lulusan tersebut.
Data tersebut berdasarkan analisa terbaru National Science Foundation.
Perlu dukungan lebih banyak lagi untuk perempuan agar berani dan mau mengembangkan minat dan bakat mereka untuk bidang STEM, termasuk salah satunya penyetaraan dalam bidang pembagian pekerjaan dan upah (gaji).
Bukan tidak mungkin di masa mendatang, perempuan akan merajai bidang STEM dengan kelebihan alami perempuan yang bisa jadi menguntungkan.
Editor: Yandri Daniel Damaledo