tirto.id - Penahanan terhadap Dahlan Iskan tidak dapat dilepaskan dari peranan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Maruli Hutagalung. Maruli bertanggung-jawab dalam membuka kembali kasus yang terhenti sejak akhir Juni 2016 ini dengan mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap kasus korupsi aset PT PWU tersebut.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sendiri tercatat telah menyelidiki kasus PT PWU sejak 2015. Sebelumnya, penyidikan kasus ini sempat tersendat-sendat akibat ketidakhadiran Dahlan dalam berbagai panggilan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dengan berbagai alasan.
Penyidikan kasus ini akhirnya menemui titik terang setelah Maruli Hutagalung selaku Kajati Jawa Timur menerbitkan sprindik baru untuk kasus PT PWU pada Juni 2016. Penerbitan sprindik ini selanjutnya menjadi landasan bagi Kejati Jawa Timur untuk meneruskan proses penyidikan terhadap kasus yang akhirnya menyeret Dahlan masuk tahanan ini.
Penerbitan sprindik untuk kasus PT PWU sempat dituding sebagai bentuk intervensi dari Kejaksaan Agung. Sebelum sprindik terbit, Jaksa Agung H.M Prasetyo diberitakan telah menelepon Maruli secara pribadi demi menanyakan perkembangan kasus tersebut. Terkait hal ini, Maruli tentu saja membantahnya.
"Tidak ada intervensi dari pihak manapun. Kalau ada atasan yang menanyakan kepada bawahan terkait dengan perkembangan kasus ini merupakan hal yang wajar," katanya.
Selain menahan Dahlan Iskan, Maruli juga “sukses” menangani kasus La Nyalla Mattalitti yang terlibat dalam korupsi dana hibah untuk pembelian "Initial Public Offering" (IPO) Bank Jatim senilai Rp5 miliar.
La Nyalla Mattalitti, yang ditahan atas kapasitasnya sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, juga terlibat dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dana hibah Kadinda Jatim tahun 2011-2014.
Kasus Dahlan Iskan dan La Nyala Mattalitti awalnya cukup menyulitkan Kejati Jawa Timur. Apabila Dahlan Iskan kerap mangkir dari sidang, maka La Nyala Mattalitti berkali-kali mengalahkan Kejati Jawa Timur dalam proses praperadilan.
La Nyalla tercatat sudah tiga kali memenangkan gugatan praperadilan atas penanganan kasus-kasusnya. Namun, pihak Kejati Jatim tidak tinggal diam dan menerbitkan sprindik baru untuk menjerat La Nyalla. Upaya ini juga mendapatkan dukungan langsung dari Kejaksaan Agung.
"Dengan demikian tidak ada jalan lain bagi Kajati Jatim untuk tidak mengeluarkan sprindik baru," kata Prasetyo di Jakarta, (24/05/2016).
Prasetyo bertekad untuk mengeluarkan sprindik baru dengan tidak peduli berapa kali jumlah sprindik diterbitkan kejaksaan. "Berapa kali kita dikalahkan, sekian kali juga kita akan mengajukan dan membuat sprindik yang baru," kata Prasetyo.
Dia mengaku tidak mempedulikan seberapa jauh hasillnya karena Kajati Jatim sudah memiliki semua hal untuk menjerat Ketua Kadin Jawa Timur itu, seperti bukti-bukti yang diperlukan untuk menyidik perkara itu.
"Ketika hakim yang berganti-ganti tetapi pendapatnya tetap sama, kita lihat nanti sampai ketemu hakim yang betul-betul memahami apa yang kita lakukan," kata Prasetyo.
Upaya Kejati Jatim akhirnya membuahkan hasil saat mereka akhirnya memeriksa La Nyalla di Gedung Bundar Kejaksaan Agung di Jakarta pada 31 Mei 2016.
"Mereka (Kejati Jatim) yang menyidiknya dengan lokasi di Gedung Bundar," papar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah di Jakarta, Selasa malam.
Ia menegaskan pihaknya tidak akan mengambil alih kasus tersebut karena masih meyakini Kejati Jatim mampu menangani kasus itu.
"Kan Kejati Jatim sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang baru," katanya.
Ketika ditanya jika gugatan praperadilan keempat kalinya dimenangkan oleh La Nyalla kembali, Arminsyah tidak mau berandai-andi. "Ikuti saja," katanya pendek.
Ia juga menyatakan alasan La Nyalla tidak langsung diterbangkan ke Surabaya karena sudah malam.
"Sudah malam ya, pemeriksaannya di Jakarta," katanya.
Kejaksaan menyatakan pemeriksaan Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Mattalitti di Jakarta setelah dipulangkan dari Singapura, karena faktor keamanan.
"Faktor keamanan (La Nyalla) diperiksa di Kejagung," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jawa Timur, I Made Suarnawan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa malam.
Di sisi lain, Maruli Hutagalung juga sempat tersandung kasus korupsi dana bantuan sosial yang menjerat Gubernur Sumatera utara Gatot Pudjo Santoso.
Seperti diberitakan Antara, kasus ini menyebabkan Maruli dimutasi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Maruli Hutagalung sebelumnya menjabat Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus).
"Ya benar, dimutasi jadi Kajati Jatim," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Amir Yanto.
Dia mengatakan rotasi ini adalah hal biasa tidak ada kaitannya dengan penyebutan namanya oleh Evy Susanti.
Mengenai keterangan Evy Susanti, ia menegaskan soal Maruli yang disebut-sebut menerima uang pengamanan kasus bansos Sumatera Utara senilai Rp500 juta, tidak benar.
"Sampai sekarang tidak ada bukti dan tidak benar," kata dia.
Ia menegaskan Maruli sudah membantahnya. "Jadi siapa yang akan dipanggil untuk saksi dan hanya kata-katanya saja. Semua harus pakai alat bukti," kata Amir.
Tentunya, kata dia, kalau sudah ada alat buktinya pasti akan ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain menyediakan uang untuk Jaksa Agung dan Rio Capella. Evy juga memberikan uang kepada Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Maruli Hutagalung.
"Pernah diinfokan Pak Kaligis katanya ada sejumlah uang diberikan kepada orang di Kejaksaan Agung. Nilainya yang dilaporkan ke saya Rp300 juta, tapi kalau ke Pak Gatot saya tidak tahu pasti," kata Evy Susanti yang juga saksi dalam sidang kali ini.
"Siapa yang di Kejaksaan Agung?" tanya ketua majelis hakim Artha Theresia.
"Namanya Maruli," jawab Evy.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra