tirto.id - Polisi telah menyerahkan berkas perkara kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka SM (52), perempuan yang marah sembari membawa anjing masuk ke Masjid Al Munawaroh, Sentul, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Namun berkas itu dikembalikan oleh pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor.
"Ada kekurangan yang harus dilengkapi oleh penyidik," ucap Kasubbag Humas Polres Bogor AKP Ita Puspita Lena, ketika dihubungi, Rabu (31/7/2019).
Berkas Perkara: BP/72/VII/2019/RESKRIM diserahkan penyidik pada 11 Juli 2019, namun kejaksaan mengembalikan berkas 13 hari berikutnya. Ita belum dapat merinci poin apa saja yang diperbaiki oleh penyidik.
"Masih dilengkapi dahulu," kata dia.
SM disangkakan Pasal 156a terkait penodaan atau penistaan agama, ia juga harus menjalani tes kejiwaan lantaran perbuatannya.
Perempuan itu dites di Rumah Sakit Bhayangkara Polri Tingkat I Said Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (30/6/2019).
Pemeriksaan kejiwaan SM melibatkan lima hingga enam orang dokter yang terdiri dari psikiater, ahli penyakit dalam dan ahli gizi.
Ternyata SM sebelumnya juga pernah mendapatkan perawatan mental sejak 2013.
“SM pernah diperiksa kejiwaannya oleh dokter Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor dan Rumah Sakit Siloam Bogor. Kami berkoordinasi dengan psikiater di sana untuk mendapatkan data komplit dari SM," kata Wakil Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Polri Tingkat I, Kombes Pol Hariyanto, Senin (1/7/2019).
SM nekat masuk ke Masjid Al Munawaroh dengan membawa seekor anjing dan memarahi jamaah di sana. Motif sementara, ia mencari suaminya yang diduga menikah di masjid itu. Ketua Harian Dewan Masjid Indonesia (DMI), Syafruddin mengutuk perbuatan tersebut.
“Kami mengutuk keras perbuatan itu apapun alasannya, apapun latar belakang dan kondisinya. Kami menginginkan aparat penegak hukum maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor agar menangani perkara secara transparan," ujar Syafruddin di kantor DMI, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2019).
Ia menegaskan agar penanganan perkara secara terbuka itu diberitahukan ke publik dan media dibebaskan untuk mengakses prosesnya supaya tidak terjadi fitnah karena berita bias yang dapat menghebohkan masyarakat.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari