tirto.id - Pada Rabu (29/11/2017) lalu Kepolisian Daerah Papua membongkar penyelundupan sebanyak 797 botol minuman keras (miras) ke Wamena menggunakan pesawat jenis Hercules milik TNI Angkatan Udara.
Menurut Kepala Sub. Direktorat Penerangan Masyarakat Humas Polda Papua, AKBP Suryadi Diaz, ratusan botol miras tersebut diselundupkan di dalam 32 ember cat dan dikirim bersamaan dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako serta aneka ragam makanan dan minuman. Suryadi menambahkan, penyelundupan berhasil dibongkar berkat kerjasama dengan pihak intelijen kepolisian.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tirto, lolosnya miras dari pengawasan disebabkan ketika hendak dikirim, tidak diperiksa melalui X-Ray. Selain itu, pemeriksaan lebih lanjut juga tidak dilakukan tatkala barang-barang ini tiba di Bandara Wamena.
Proses penyelidikan kasus penyelundupan miras saat ini telah diserahkan kepada TNI Angkatan Udara lantaran aksi penyelundupan dilakukan menggunakan armada milik TNI AU. Pihak kepolisian hanya menangkap pelaku berinisial AS, yang diketahui sebagai pemilik miras selundupan.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI AU Marsma Jemi Trisonjaya mengakui soal penyelundupan miras dengan menggunakan pesawat milik Angkatan Udara. Kendati demikian, Jemi membantah adanya keterlibatan personel TNI AU dalam aksi ilegal tersebut. Ia justru menuding pihak lain menyalahgunakan fasilitas pengiriman logistik dengan menjadikan pesawat Hercules untuk mengangkut minuman keras.
“Ada oknum masyarakat yang menyalahgunakan,” tegas Jemi kepada Tirto. “Fokusnya sekarang pendalaman dan penyelidikan oleh internal TNI AU. Apabila ada yang terbukti terlibat, tentu akan diberi sanksi tegas.”
Jemi mengatakan, POM TNI AU sudah diturunkan untuk melakukan investigasi. "Saat ini POM TNI AU Merauke sedang melaksanakan penyelidikan," kata Jemi dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Kamis (30/11/2017).
Apabila hasil penyelidikan membuktikan ada aparat TNI AU yang terlibat, maka akan ditindak sesuai dengan ketentuan hukum. Hal itu sesuai instruksi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
"Apabila diketahui ada yang bermain, maka konsekuensi personel tersebut akan di proses sesuai aturan hukum yang berlaku," kata Jemi.
Seharusnya, Jemi mengatakan bahwa pesawat C-130 Hercules itu digunakan untuk misi sosial (civil mission), seperti tugas-tugas kemanusiaan, termasuk mendukung angkutan logistik dan personel di daerah pedalaman, khususnya di Papua.
Di Papua, Peredaran Minuman Alkohol Dilarang
Suryadi berpendapat, penyelundupan minuman keras di wilayah Papua melalui jalur udara bukan kejadian baru yang terjadi. Dalam satu tahun terakhir, menurut Suryadi, ribuan botol miras selundupan yang diangkut menggunakan pesawat Trigana Air telah digagalkan kehadirannya oleh kepolisian. “Bisa dikata, untuk penyelundupan alkohol menggunakan pesawat Hercules baru kali ini terungkap,” jelasnya.
Apa yang diucapkan Suryadi diamini oleh tokoh masyarakat Papua, Pendeta Benny Giay. Ia mengatakan penyelundupan minuman keras merupakan hal lumrah di Papua. Bahkan menurut Benny, penyelundupan miras tidak hanya dilakukan lewat pesawat tapi juga kapal laut. “Sudah biasa [penyelundupan] dari dulu. Jadi, kapal laut juga biasa (mengangkut miras) dan bersandar malam-malam di Nabire,” ujar Benny saat dihubungi Tirto.
Benny menyebutkan, maraknya kasus penyeludupan miras tak dapat dipisahkan dari anggapan bahwa Papua merupakan wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan. Oleh karena itu, Papua dimanfaatkan banyak pejabat negara, termasuk petinggi militer untuk bermain dalam bisnis ilegal semacam penyelundupan alkohol.
Ungkapan Suryadi maupun Benny memang bukan sebatas anggapan. Sebelumnya pernah terjadi penyelundupan serupa, tepatnya pada tahun 2015. Dua tahun yang lalu, kasus penyelundupan serupa diungkap Kepolisian Kawasan Bandara Sentani, Jayapura. Dalam kasus itu, dua anggota Paskhas (Korps Pasukan Khas) TNI AU Lanud Jayapura yang berinisial W dan S diduga kuat terlibat. Sedianya, alkohol selundupan tersebut hendak dikirim ke Kabupaten Tolikara.
Dikutip dari laman Berita Satu, kedua anggota TNI AU itu diduga menjadi beking penyelundupan miras yang melibatkan pegawai Kopelu (Koperasi Pelabuhan Udara) berinisial TH. Dari hasil pengungkapan polisi saat, ditemukan 80 botol minuman keras jenis vodka dan 6 botol Chivas yang siap kirim.
Masalah peredaran alkohol memang menjadi tantangan serius bagi pemerintah provinsi Papua. Menurut Kepala Industri, Perdagangan, dan Kerjasama Kota Jayapura, Robert LN Awi, sekitar 50 persen minuman beralkohol di Jayapura dapat dikategorikan ilegal.
“Kami menemukan bahwa sebagian besar minuman beralkohol yang beredar adalah ilegal karena tidak memiliki lisensi. Hampir 50 persen pangsa pasar didominasi oleh produsen ilegal tersebut,” kata Robert seperti dilansir Tabloid Jubi pada 2016 silam.
Robert menambahkan, pihak pemerintah akan segera melakukan tindakan besar-besaran untuk menyita produk-produk ilegal tersebut. Operasi penertiban tersebut turut melibatkan perwakilan dari BPPTSP (Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Satu Pintu), Sekretaris Daerah, Dinas Pendapatan Daerah, hingga Kepala Polisi Daerah.
Tak sekedar melakukan operasi lapangan, pada 2016 pemerintah provinsi Papua juga mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa produksi, distribusi, serta penjualan minuman keras di Papua dilarang secara hukum. Gubernur Papua Lukas Enembe menjelaskan, apa yang diputuskan pemerintah provinsi Papua lewat peraturan pelarangan alkohol merupakan warisan bagi generasi penerus Papua.
“(Hari ini) kami menyatakan komitmen untuk melarang minuman beralkhol dan obat-obatan terlarang mengingat setiap tahun banyak orang Papua yang meninggal karena alkohol di samping juga banyaknya aksi kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh alkohol. Jika bukan kita, maka yang lain akan melakukannya,” tegas Lukas saat itu.
Setelah regulasi yang termaktub dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol tersebut disahkan, pemerintah provinsi akan membentuk satuan tugas guna menjaga dan mengendalikan peredaran minuman keras di Papua melalui pelabuhan laut dan bandar udara. “Kami mengatakan sudah saatnya berakhir untuk era minuman keras. Bupati dan walikota silakan menyiapkan unit tugas bersama polisi untuk membatasi peredaran miras di Papua,” tutur Lukas.
Ketua DPRD Puncak Jaya Nesco Wonda mengatakan permasalahan alkohol di Papua bukan isu baru, terlebih masyarakat Papua selalu mendapat stigma dekat dengan alkohol. “Kami selalu mendapat stigmatisasi oleh orang luar Papua bahwa masyarakat kami adalah pemabuk dan kami berusaha menghentikan pendapat-pendapat semacam itu.”
Kategorisasi minuman alkohol dalam Perda Nomor 15 Tahun 2013 dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, golongan A yang terdiri dari minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) di atas 1 sampai 5 persen. Lalu, golongan B yang berisikan minuman alkohol dengan kadar ethanol di atas 5 sampai 20 persen. Terakhir, yakni golongan C yang terdiri atas minuman beralkohol dengan kadar ethanol lebih dari 20 sampai 55 persen.
Perda tersebut menyebutkan barang siapa melanggar ketentuan Pasal 5 (orang atau badan hukum perdata atau pelaku kegiatan usaha dilarang memasukkan, mendistribusikan, dan menjual minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C), Pasal 6 (memproduksi minuman golongan A sampai C), dan Pasal 7 (memproduksi minuman alkohol dari bahan alami serta racikan), dapat diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau denda satu miliar rupiah.
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf