tirto.id - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menjelaskan penyebab awan panas letusan Gunung Merapi pada Senin (14/10/2019) sore dikarenakan adanya akumulasi gas.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan karakter letusan yang terjadi pada Senin sore sama persis dengan letusan tanggal 22 September 2019. Namun yang terakhir lebih besar karena tinggi kolom letusan mencapai 3.000 meter sedangkan sebelumnya hanya 800 meter.
“Penyebabnya akumulasi gas karena saat ini Merapi masih proses terus ya masih hidup. Merapi ini masih hidup jadi proses terus terjadi akumulasi gas bisa terjadi dan sewaktu-waktu bisa meletus seperti itu,” kata Hanik di Kantor BPPTKG, Senin malam (14/10/2019).
Menurut Hanik, awan panas letusan serupa masih saja bisa terjadi.
Dia menjelaskan sejauh ini gempa vulkanik, baik vulkanik dalam maupun dangkal memang kerap terjadi di Merapi. Salah satu indikatornya adalah adanya gerakan magma dari dalam.
Sementara itu setelah terjadi letusan Senin sore, hingga malam kubah lava Merapi belum dapat terlihat. Kemungkinan akibat letusan sebagian kubah lava ada yang terlontar.
Selian itu alat pemantau yang berada di puncak Merapi terdapat satu yang rusak. Kamera pamantau tersebut tidak berfungsi sejak terjadinya letusan pada Senin sore.
Akibat letusan Merapi pada Senin sore, kata Hanik, material abu vulkanik terbawa angin hingga 25 kilometer ke arah barat yaitu Magelang, Jawa Tengah.
"[Sebaran abu vulkanik] sisi barat lebih banyak. Jadi kaya di daerah Magelang, Muntilan sisi barat, barat daya barat laut. Arah ke timur ada tapi kecil dan jaraknya dekat Merapi. Abu yang perlu diingat karena tergantung kecepatan dan arah angin. Selatan tidak [ada sebaran abu]" ujar dia.
Usai terjadi letusan pada Senin sore, awan panas guguran terjadi pada Selasa (15/10/2019) pukul 00.04 WIB. Awanpanas guguran tercatat di seismogram dengan amplitudo max. 53 mm dan durasi ± 102 detik. Awanpanas tidak terpantau secara visual karena cuaca berkabut.
Hanik menjelaskan status Gunung Merapi sampai saat ini masih pada level II atau Waspada. Rekomendasi yang diberikan juga masih sama yakni agar jarak 3 kilometer dari puncak Merapi tidak ada aktivitas.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz