tirto.id - Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Aman B Pulungan mengatakan, satu-satunya cara untuk mencegah penularan difteri adalah melalui imunisasi. Difteri sangat mudah menular melalui udara, yaitu lewat nafas atau batuk penderita.
Ia mengatakan, anak yang sudah mendapatkan imunisasi difteri secara lengkap seharusnya tidak tertular penyakit tersebut. "Tetap jaminan itu dari Allah. Masalahnya imunisasinya cukup dan lengkap atau tidak," kata Pulungan, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/12/2017), seperti dikutip Antara.
Karena mudahnya penularan penyakit difteri, penderita yang dirawat di rumah sakit biasanya diisolasi dan tidak boleh dikunjungi untuk mencegah penularan.
Difteri adalah penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.
Difteri memiliki masa inkubasi dua hari hingga lima hari dan akan menular selama dua minggu hingga empat minggu. Penyakit itu sangat menular dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara cepat.
Gejala awal difteri bisa tidak spesifik seperti demam tidak tinggi, nafsu makan menurun, lesu, nyeri menelan dan nyeri tenggorokan, sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah.
Namun, difteri memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di tenggorokan atau hidung yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher atau disebut dengan bull neck.
Pada 6 Desember lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, sebanyak 66 persen dari keseluruhan kasus difteri yang terjadi sepanjang 2017 di seluruh Indonesia adalah karena penderitanya tidak diimunisasi.
“Ini kenyataannya bahwa sebagian besar tidak diimunisasi,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Muhammad Subuh di Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Menurut Subuh, 66 persen kasus difteri yang ada karena tidak ada imunisasi sama sekali, 31 persen imunisasi kurang lengkap, dan 3 persen lainnya imunisasi lengkap.
Pada Januari hingga November 2017, tercatat 593 kasus difteri terjadi di Indonesia dengan angka kematian 32 kasus. Kasus tersebut terjadi di 95 kabupaten-kota pada 20 provinsi.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra