tirto.id - Redistribusi lahan dan sertifikasi tanah menjadi salah satu topik hangat yang dibahas di Debat Cawapres 2024 edisi kedua, Minggu (21/1/2024).
Agenda Debat Capres 2024 putaran keempat yang dihelat di Jakarta Convention Center tersebut secara umum mengusung enam tema besar. Enam tema tersebut meliputi pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, serta desa.
Dalam segmen ketiga Debat Capres ke-4 2024, Gibran Rakabuming Raka menjawab pertanyaan tentang reforma agraria. Menurut anak sulung Joko Widodo tersebut, terkait reforma agraria, pemerintahan sebelumnya telah menjalankan program PTSL. Lewat program tersebut, ia mengklaim, sudah ada 110 juta sertifikat yang dibagikan kepada rakyat.
"Sebelum ada program ini, hanya bisa menghasilkan dan membagikan 500 ribu sertifikat," terang Gibran, dalam Debat Capres 2024 putaran keempat yang dimoderatori oleh Retno Pinasti dan Zilvia Iskandar, Minggu (21/1).
Program redistribusi lahan juga telah berjalan menurut Gibran. Tanah-tanah negara yang akan dibagikan tersebut nantinya akan disimpan di bank tanah. Kemudian, tanah-tanah itu didistribusikan ulang kepada yang berhak, seperti para pengusaha lokal, petani, dan sebagainya.
Lantas, apa yang dimaksud dengan redistribusi lahan? Apa bedanya dengan sertifikasi tanah?
Pengertian Redistribusi Tanah dalam Reforma Agraria
Redistribusi lahan adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditetapkan sebagai objek landreform. Targetnya adalah para petani penggarap yang memenuhi syarat yang telah termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.
Tujuan redistribusi lahan adalah memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat. Caranya dengan membagikan tanah yang adil dan merata.
Subjek penerima redistribusi tanah meliputi perseorangan, kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama (HKB), dan badan hukum. Target pembagian lahan tersebut termuat dalam Pasal 12 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018.
Namun, penentuan prioritas dari ketiga golongan tersebut tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Perpres tersebut. Hal ini karena proses penataan dan aksesnya dikelola oleh stakeholder pusat dan daerah melalui mekanisme yang cenderung birokratis.
Persoalan redistribusi tanah sejatinya bukan masalah baru. Hal ini telah dimulai dan diatur dalam peraturan perundang-undangan sejak 1961.
Peraturan lebih rigid termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961, yang telah diubah melalui PP Nomor 41 Tahun 1964. Dalam regulasi tersebut disebutkan, hanya terdapat dua kelompok subjek redistribusi tanah, yakni petani atau penggarap serta non-petani (pegawai negeri dan angkatan bersenjata).
Perbedaan Redistribusi Tanah dan Sertifikasi Tanah
Perbedaan mendasar antara redistribusi tanah dan sertifikasi tanah berkaitan dengan definisinya.
Sebagaimana disebutkan di atas, redistribusi tanah merupakan program pemerintah untuk mewujudkan landreform alias reforma agraria. Caranya adalah dengan membagikan tanah negara kepada rakyat, yang tergolong menjadi dua, yakni petani atau penggarap serta non-petani (pegawai negeri dan angkatan bersenjata).
Sementara itu, sertifikasi tanah adalah proses pemberian sertifikat tanah yang berfungsi sebagai bukti kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak tanah.
Artinya, sertifikasi tanah dilakukan setelah program redistribusi tanah rampung diterapkan.
Pemberian hak atas tanah ini dilakukan oleh Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Pemilihan antara tiga lembaga tersebut bergantung pada jenis dan luas tanah yang diajukan. Ini merujuk pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013.
Merujuk pada peraturan tersebut, pihak yang menandatangani buku dan sertifikat tanah ialah Kepala Kantor Pertanahan dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik.
Editor: Iswara N Raditya