tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan Pemerintah Provinsi Banten agar waspada terhadap ancaman gempa dan tsunami yang berpotensi terjadi di wilayah Banten.
Salah satu wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana gempa dan tsunami adalah Kota Cilegon.
“Letak Cilegon yang berada di ujung barat Pulau Jawa, di tepi Selat Sunda selain strategis juga memiliki risiko bencana yang cukup besar jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi dan tsunami,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan yang diterima redaksi Tirto.
Dwikorita mengatakan, selama ini Cilegon dikenal sebagai kota industri lantaran banyaknya industri penting di kota tersebut. Selain itu, kata dia, di Cilegon juga terdapat berbagai macam objek vital negara antara lain Pelabuhan Merak, Pelabuhan Cigading Habeam Centre, Kawasan Industri Krakatau Steel, PLTU Suralaya, PLTU Krakatau Daya Listrik, Krakatau Tirta Industri Water Treatment Plant, (Rencana) Pembangunan Jembatan Selat Sunda dan (Rencana) Kawasan Industri Berikat Selat Sunda.
Menurutnya, apabila terjadi gempa kuat yang diikuti tsunami, maka Kawasan industri Cilegon ini menyimpan potensi bahaya berupa bencana kegagalan teknologi yang dapat menimbulkan kerugian berupa kerusakan infrastruktur, lingkungan, penyakit, cidera, bahkan kematian pada manusia.
“Artinya, ada multi ancaman yang membahayakan masyarakat Kota Cilegon dan sekitarnya saat terjadi gempa bumi kuat yang diikuti tsunami,” tuturnya.
4 Sumber Potensi Gempa dan Tsunami Cilegon, Banten
Dwikorita menerangkan, sekurang-kurangnya terdapat 4 sumber potensi gempa bumi dan tsunami di area tersebut yaitu,
1. Zona Sumber Gempa Megathrust berstatus rawan gempabumi dan tsunami
2. Zona Sesar Mentawai, Sesar Semangko, dan Sesar Ujung Kulon berstatus rawan gempa bumi dan tsunami
3. Zona Graben Selat Sunda berstatus rawan longsor dasar laut yang dapat membangkitkan tsunami
4. Gunung Anak Krakatau yang mana jika terjadi erupsi juga dapat memicu tsunami.
Dwikorita menambahkan, berdasarkan pemodelan yang dilakukan BMKG, jika terjadi gempa yang bersumber di Zona Megathrust Selat Sunda, maka terdapat potensi gempa dengan kekuatan mencapai magnitudo 8,7. Diperkirakan kawasan Cilegon akan terdampak guncangan mencapai skala intensitas VI-VII MMI, yang dapat menimbulkan kerusakan ringan, sedang, hingga berat.
Sementara gempa dengan magnitudo maksimum 8,7 tersebut, maka potensi tsunami tertinggi diperkirakan mencapai 8,28 m di sekitar kawasan Pelabuhan Merak (Kota Cilegon).
Hal ini dikarenakan posisi pelabuhan yang berada pada Teluk yang menghadap celah sempit (selat) berseberangan dengan Pulau Merak Besar, yang memungkinkan terjadinya amplifikasi/ penguatan gelombang tsunami di lokasi tersebut.
Adapun genangan tsunami diperkirakan mencapai jarak terjauh sekitar 1,5 km dari tepi pantai di Kelurahan Tegalratu, Kecamatan Ciwandan dan Kelurahan Warnasari, Kecamatan Citangkil di Kota Cilegon, yang merupakan kawasan dengan topografi landai.
“Bencana ikutan akibat gempa bumi dan tsunami juga berpotensi terjadi di kawasan industri Cilegon, berupa kebakaran, sebaran zat kimia berbahaya, ledakan bahan kimia, ataupun tumpahan minyak,” imbuhnya.
Menurut Dwikorita, Pemprov Banten selama ini cukup responsif dalam menindaklanjuti rekomendasi yang disodorkan BMKG. Termasuk di antaranya kesiapan Pemprov Banten untuk menerbitkan aturan terkait mitigasi gempa bumi dan tsunami di sepanjang daerah rawan.
Namun menurutnya tetap perlu ada kolaborasi yang erat antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, swasta, dan masyarakat agar mitigasi yang dilakukan efektif dan tidak parsial.
Editor: Iswara N Raditya