Menuju konten utama

Penghayat Kepercayaan Kini Bisa Lakukan Pencatatan Perkawinan

Penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kini bisa lakukan pencatatan perkawinan sesuai PP Nomor 40 Tahun 2019.

Penghayat Kepercayaan Kini Bisa Lakukan Pencatatan Perkawinan
Warga penghayat kepercayaan Ugamo Bangsa Batak, ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/17.

tirto.id - Presiden Joko Widodo secara resmi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tata cara pencatatan perkawinan bagi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Aturan tersebut tertulis dalam Bab VI PP Nomor 40 Tahun 2019, tentang Pelaksana UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

"Perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa," bunyi pasal 39 ayat 1 seperti dikutip pada situs resmi Setneg, Kamis (25/7/2019).

Pemuka penghayat yang dimaksud ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Organisasi itu juga harus terdaftar di kementerian terkait.

Pemuka penghayat juga harus mengisi dan menandatangani surat perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Sedangkan dalam pasal 40 menjelaskan pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau UPT Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota paling lambat 60 hari setelah dilakukan perkawinan dihadapan pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara untuk syarat pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah mengisi formulir dan melampirkan beberapa dokumen.

"Pasangan suami istri mengisi formulir pencatatan perkawinan dan menyerahkannya kepada pejabat Pencatatan Sipil dengan menunjukkan KTP-el untuk dilakukan pembacaan menggunakan perangkat pembaca KTP-el dan melampirkan dokumen," bunyi pasal 40 ayat dua (b).

Dokumen administrasi yang harus dipenuhi adalah:

1. Surat perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menunjukkan aslinya;

2. Pasfoto suami dan istri;

3. Akta kelahiran;

4. Dokumen perjalanan luar negeri suami dan/atau istri bagi orang asing.

Setelah seluruh persyaratan dipenuhi maka pejabat pencatatan sipil akan melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan dan dokumen yang dilampirkan.

Jika sudah terverifikasi maka pejabat pencatatan sipil akan mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta perkawinan.

"Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud (akan) diberikan masing-masing kepada suami dan istri," bunyi pada 40 ayat dua (e).

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materi Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan terkait pengosongan kolom agama.

Putusan MK yang final dan mengikat itu akan dilaksanakan Kemendagri sehingga aliran kepercayaan tiap warga negara dapat dicantumkan pada kolom Agama di e-KTP.

“Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil akan memasukan kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan,” terang Mendagri Tjahjo Kumolo melalui rilis pers yang diterima Tirto, Selasa (7/11/2017).

Untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia, Tjahjo melanjutkan, Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Setelah data kepercayaan kami peroleh, Kemendagri memperbaiki aplikasi SIAK dan database serta melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia atau 514 kabupaten/ kota,” papar Tjahjo.

Baca juga artikel terkait PENGHAYAT KEPERCAYAAN atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Maya Saputri