Menuju konten utama

Pengakuan Markus, Kakanwil Depag yang Dituding Pendeta karena Nama

Markus diperbincangkan di grup WhatsApp karena dinilai tak pantas menjabat Kakanwil Kemenag lantaran tudingan non-muslim.

Pengakuan Markus, Kakanwil Depag yang Dituding Pendeta karena Nama
Ilustrasi intoleransi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - “Satu per satu urusan ummat Islam diurus oleh Non Islam dan PENDETA. HANCUR HANCUR BISA HANCUR UMMAT ISLAM BANGSA INDONESIA.

Demikian komentar yang dituliskan seseorang bernama Aisah dalam sebuah grup percakapan di WhatsApp, terhadap sebuah foto karangan bunga yang di-capture dari media sosial. Karangan bunga itu bertuliskan ucapan selamat kepada Markus sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama Gresik, dan dikirim Pendeta Hendry Hariyono serta jemaat dari Gereja Kemah Tabernakel.

Komentar Aisah hanya satu di antara komentar pedas lain yang muncul di beberapa grup WhatsApp, lantaran tangkapan layar itu viral. Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur kemudian merespons dan mengklarifikasi tudingan tersebut.

Lewat akun facebook, Kanwil Kemenag Jatim menjelaskan Markus adalah seorang muslim, dan bukan pendeta sebagaimana tudingan Aisah atau pihak lain.

Klarifikasi serupa disampaikan seorang warganet bernama Achmad Shampton Masduqie juga memberikan secuil informasi soal rekam jejak Markus. Ia menulis “Awal-awal dengar nama beliau saya kira juga non muslim, ternyata santri totok, orang madura lagi... Karena namanya agak aneh untuk orang muslim, akhirnya virallah hoax.

Apa Kata Markus?

Sadar dirinya jadi perbincangan di media sosial, Markus pun buka suara. Kepada reporter Tirto, ia mengaku kaget dengan tudingan tersebut. Pria kelahiran 20 April 1976 ini mengaku sebelum menjabat Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik, ia pernah menjadi Kepala Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.

Markus menjelaskan, tudingan terhadapnya tak punya dasar. “Saya diasosiasikan sebagai non-muslim hanya karena nama saya dianggap bukan nama muslim, bahkan dikira pendeta, padahal itu hanya nama. Saya sudah muslim dari lahir,” kata dia, Selasa (9/7/2019).

Markus mengklaim dirinya sudah mondok alias menjadi santri sejak kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah. Oleh karena itu, ia merasa prihatin masih ada masyarakat yang mudah tersulut kebencian berbasis agama hanya karena nama.

“Berbahaya,” katanya.

Terkait tuduhan Aisah, Markus memberi penerangan jika Kementerian Agama dan jajaran di bawahnya, bukan hanya mengurusi agama Islam saja. Kemenag juga mengurusi agama-agama yang diakui pemerintah.

“Butuh dipahami bahwa Kemenag tak hanya mengurusi satu agama saja. Sehingga saat wajar ada ucapan selamat dari pendeta,” kata Markus.

Ia pun berterima kasih kepada Pendeta Hendry Hariyono atas karangan bunganya. Menurut Markus, ucapan tersebut bukti kerukunan antarsesama pemeluk agama.

“Pendeta itu merupakan salah satu pengurus di FKUB Gresik,” lanjutnya.

Korban Politik Identitas

Pengajar ilmu politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, menilai fenomena yang terjadi pada Markus adalah dampak dari polarisasi politik identitas yang terjadi di Indonesia. Polarisasi ini kian menguat menjelang hingga Pilpres 2019 beres.

“Ya, itu salah satu dampak dari terbelah dan terpecahnya masyarakat menjadi dua kubu. Apalagi menggunakan sentimen Muslim dan non-Muslim. Ini harus segera diakhiri,” kaya Ujang kepada reporter Tirto, Selasa malam.

Ujang mengatakan umat Islam seharusnya tidak mudah terpancing rumor yang belum jelas kebenarannya, terlebih langsung memvonis hanya karena nama belaka.

“Jangan hanya karena namanya mirip dengan non-muslim, lalu dituduh yang tidak-tidak. Dalam Islam sangat jelas ajarannya, jika ada informasi atau kabar yang datang kepada kita, maka kita terlebih dahulu untuk mengklarifikasi terlebih dahulu info yang datang tersebut. Agar infonya valid. Tidak hoaks,” katanya

Baca juga artikel terkait BERITA HOAKS atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Mufti Sholih