Menuju konten utama

Pengacara Setnov Lapor Polisi Bila KPK Buat Sprindik Baru

Apabila KPK menerbitkan Sprindik baru untuk Setya Novanto, pengacara Ketua DPR RI tersebut mengancam akan melaporkan pimpinan Komisi Antirasuah ke polisi.

Pengacara Setnov Lapor Polisi Bila KPK Buat Sprindik Baru
(Ilustrasi) Hakim Cepi Iskandar memimpin sidang praperadilan terkait penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP Senin (25/9/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengancam akan melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru untuk kliennya terbit. Dia mendesak KPK menghargai keputusan Hakim Cepi Iskandar yang sudah membatalkan penetapan Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP.

"Kami tidak akan segan-segan dan kami sudah koordinasikan dengan pihak Polri," kata Fredrich di kantornya di Kebayoran Baru, Jakarta, pada Jumat (6/10/2017). "Kalau Sprindik (Novanto) keluar (lagi), kami pidanakan. 100 persen kami tidak segan-segan."

Fredrich menjelaskan, apabila KPK benar-benar menerbitkan Sprindik baru untuk Novanto, pihaknya akan melaporkan lima komisioner Komisi Antikorupsi ke kepolisian. Sebab, pengambilan keputusan di KPK bersifat kolektif kolegial dan melibatkan semua komisioner.

Tak cuma itu, dia juga akan melaporkan para pejabat KPK di bawah komisioner yang terlibat dalam penerbitan Sprindik baru untuk Novanto. Menurut dia, selain komisioner, Direktur Penyidikan KPK dan Deputi Penindakan bisa dianggap juga bertanggungjawab dalam penerbitan Sprindik tersebut.

Menurut Fredrich pelaporan itu beralasan. Dia mengimbuhkan penerbitan Sprindik baru untuk Novanto layak diduga melanggar pasal 216 jo pasal 220 jo pasal 421 KUHP jo pasal 23 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal ini karena Pasal 216 KUHP menyatakan, “Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut Undang-Undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat yang tugasnya atau yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana, demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah."

Selain itu, dia melanjutkan, pelanggaran Pasal 220 KUHP bisa terjadi dalam penerbitan Sprindik baru untuk kliennya, karena KPK sudah mengetahui putusan hakim sidang praperadilan Novanto, tetapi mengambil langkah sebaliknya.

Kemudian, dia mengaitkan dengan pelanggaran pasal 421 KUHP lantaran penerbitan Sprindik baru untuk Setnov bisa membuat KPK layak diduga menyalahgunakan kekuasaannya, yakni memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu.

Fredrich juga menilai penerbitan Sprindik baru bagi Novanto bisa diduga melanggar Pasal 23 UU Tipikor. Sebab pasal itu menyatakan, “Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 241, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp300 juta.”

"Ada statementnya dari KPK saja (penerbitan Sprindik baru Novanto dilakukan), kami bisa langsung lapor polisi," kata Fredrich.

Adapun pihak KPK, hingga saat ini masih mengkaji kemungkinan penerbitan Sprindik baru untuk Novanto. Komisi juga sedang mendalami pertimbangan hukum Hakim Cepi Iskandar saat memutuskan penetapan Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP tidak sah.

"Ya nanti kami akan kaji dulu secara detail seperti apa langkah-langkah kami. Kami akan pelan-pelan, ya intinya adalah itu tidak boleh berhenti," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, pada Kamis (5/10/2017).

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERADILAN SETYA NOVANTO atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom