Menuju konten utama

Penelitian Sebut Patung Moai Diletakkan untuk Sumber Air Tawar

Penelitian menyebutkan bahwa, patung Moai di Pulau Paskah, sengaja ditempatkan dekat dengan sumber air tawar oleh orang-orang Rapa Nui.

Penelitian Sebut Patung Moai Diletakkan untuk Sumber Air Tawar
lima belas patung moai berdiri menonton di Tongariki di Pulau Paskah. Agustus 2012. Jepang Karen Schwartz /AP

tirto.id - Pulau Paskah atau Rapa Nui adalah pulau yang terletak di selatan Samudera Pasifik yang masuk dalam bagian negara Chili.

Pulau ini memiliki 887 patung-patung monumental, disebut Moai, yang diperkirakan diciptakan pada masa awal Rapa Nui.

Moai adalah patung besar dengan tinggi rata-rata 13 kaki dan berat terbesar mencapai 86 ton. Di Rapa Nui terdapat 300 ahu, sebuah situs monumental tempat para Moai berdiri dan terdapat hampir 1.000 Moai tersebar di situs itu.

Pelaut Polinesia pertama kali tiba di Rapa Nui, 2.300 mil di lepas pantai Chili, sekitar 900 tahun yang lalu.

Mereka kemudian membangun lebih dari 300 ahu dan hampir 1.000 moai, yang diyakini mewakili leluhur, kepala suku dan tokoh penting mereka.

Tetapi tidak ada bukti tertulis atau kitab kuno yang mengatakan itu. Sehingga Moai dan Ahu tetaplah menjadi sebuah misteri.

Hingga bertahun lamanya, para arkeolog akhirnya mengungkap salah satu misteri itu.

Penelitian yang dipublikasikan oleh Plos One menunjukkan bahwa, orang-orang Rapa Nui jaman dulu sengaja menempatkan ahu dan moai itu di dekat sumber air tawar.

Robert J. DiNapoli dan rekan-rekannya berusaha memahami distribusi ahu untuk lebih memahami misteri penciptaaan mereka.

DiNapoli meneliti 93 Ahu dan sumber daya alam di dekatnya yang dianalisis, dengan fokus pada kebun mulsa batu di mana tanaman seperti ubi jalar ditanam, sumber daya laut termasuk situs untuk memancing, dan sumber air tawar.

Hasilnya, para peneliti menemukan tidak ada korelasi yang signifikan antara lokasi ahu dan keberadaan kebun di dekatnya.

Hal ini menunjukkan ahu tidak terletak untuk memantau atau memberi sinyal kontrol atas sumber daya ini.

Begitu juga dengan sumber daya laut dan sumber air tawar yang ditemukan di dekat Ahu, para peneliti menyimpulkan hanya yang satu yang terakhir yang signifikan.

DiNapoli dan rekan-rekannya kemudian memetakan pulau yang tidak memiliki aliran atau mata air untuk sumber air tawar.

Mereka menemukan air muncul dari bawah tanah di daerah sepanjang pantai, melalui proses yang disebut pembuangan air tanah.

"Air segar benar-benar akan keluar tepat di antara pantai dan lautan di sungai. Kami akan melihat kuda-kuda minum dari lautan, dan ternyata mereka tahu persis di mana air tawar keluar. Hal itu menjelaskan tingginya konsentrasi moai dan ahu di sepanjang pantai,” jelas Carl Lipo, salah satu penulis penelitian.

Patung-patung di pedalaman di pulau itu juga dapat dihubungkan dengan air tawar. Patung itu ditemukan berada di dekat gua.

Tim peneliti menemukan bahwa moai dan ahu Rapa Nui sangat berharga bagi kelangsungan hidup mereka, terlepas dari signifikansi patung itu sebagai situs persembahan terhadap leluhur mereka.

"Membangun patung bukanlah perilaku yang tidak bisa dijelaskan, tetapi sesuatu yang tidak hanya penting secara budaya tetapi juga penting bagi kelangsungan hidup mereka," kata Lipo.

Selanjutnya, para peneliti akan mengungkap dan mencoba memahami mengapa patung yang luas dan rumit ini dibangun.

Karena menurut Lipo, jika fungsi utama mereka adalah untuk menunjukkan atau mengklaim kepemilikan sumber air tawar, konstruksi yang lebih sederhana pasti sudah cukup.

"Luar biasa berapa banyak energi yang masuk ke mereka. Patung-patung dan Ahu itu sendiri bukan hanya sebuah peristiwa tunggal, mereka membuat patung-patung dan situs-situs ini untuk memakainya, dan kemudian membuat kembali situs dan patung-patung untuk terus menambahkannya," jelas Lipo

Dilansir CNN, Carl Lipo, profesor antropologi di Binghamton University itu mengatakan bahwa pengetahuan ini akan memberi tahu kita sesuatu tentang bagaimana orang-orang awal Rapa Nui menggunakan lanskap dan apa yang mereka anggap penting.

Baca juga artikel terkait PENINGGALAN SEJARAH atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Febriansyah
Editor: Yandri Daniel Damaledo