tirto.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, salah satu cara memperbaiki sistem politik di Indonesia adalah dengan menghapus presidential threshold dalam pemilihan presiden.
"Presidential threshold 20 persen ini adalah cara lain dari deparpolisasi, sadar atau tidak sadar, yang berujung hanya dua calon," kata Dahnil kepada awak pers, Selasa (31/7/18) sore.
Dahnil menilai, sistem tersebut hanya menguntungkan segelintir pihak dan hanya dua partai politik dalam ranah intensif politik elektoral, seperti Pilpres 2019 mendatang.
Presidential threshold sendiri tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Peraturan tersebut membikin pencalonan presiden direduksi seminim mungkin, yang akhirnya hanya terdapat dua calon saja.
Beberapa waktu lalu sehimpun pegiat aktivis demokrasi, akademisi, hingga mantan Ketua KPK ramai-ramai mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Dahnil adalah salah satunya.
Jika gugatan tersebut berhasil dikabulkan, otomatis siapa pun berhak mencalonkan diri sebagai presiden. Para penggugat menilai hal tersebut bisa menjadi langkah politik praktis yang lebih demokratis.
Dahnil memberikan analogi, ibarat rumah makan, masyarakat dipaksa memakan makanan yang tidak pernah mereka pesan, karena hanya itu makanan yang sudah kadung disediakan.
"Sekarang kami tinggal menunggu hasil uji materi ke MK. Jika ditolak, sejatinya MK sedang melakukan hal diskriminatif," tutupnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yandri Daniel Damaledo