tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), mengumumkan kebijakan baru tentang pajak di Jakarta, salah satunya tentang pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk properti dengan nilai di bawah Rp2 miliar.
Kepala Bapenda DKI Jakarta, Lusiana Herawati, menegaskan, kebijakan ini dirancang sesuai arahan dari Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, demi memastikan keadilan sosial, tepat sasaran, serta melindungi rakyat kecil di Jakarta.
“Kebijakan ini bukan seperti informasi yang beredar, yakni bukan untuk mengusir warga Jakarta. Perlu ditegaskan, kebijakan ini adalah wujud nyata dari komitmen kami untuk memihak kepada rakyat kecil. Dengan menargetkan pembebasan pajak hanya kepada wajib pajak yang memiliki satu objek PBB-P2 dengan nilai di bawah Rp 2 miliar," kata Lusiana dalam keterangan yang diterima, Selasa (13/8/2024).
"Apabila, wajib pajak memiliki objek pajak tersebut lebih dari satu, maka pembebasan akan diterapkan pada Nilai Jual Objek Pajak [NJOP] terbesar per 1 Januari 2024. Artinya, bagi wajib pajak yang punya dua bangunan [rumah] atau lebih, maka dia dikenakan pajak untuk rumah kedua dan seterusnya," lanjut Lusiana.
Lusiana berharap, kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk properti dengan nilai di bawah Rp2 miliar bisa melindungi masyarakat yang paling membutuhkan.
Ia menambahkan, kebijakan ini pun tetap mempertimbangkan kondisi perekenomian yang mulai tumbuh dan berhasil pulih dari pandemi Covid-19, yakni hitungannya adalah rumah kedua dengan NJOP lebih dari Rp2 miliar tidak dikenakan pajak 100 persen, melainkan dikenakan pajak sebesar 50 persen.
Kemudian, Pemprov DKI Jakarta juga memberikan insentif tambahan berupa keringanan pokok pembayaran sebesar 10 persen untuk pembayaran PBB-P2 tahun 2013-2024 jika dibayarkan pada periode 4 Juni-31 Agustus 2024 dan sebesar 5 persen jika dibayarkan pada periode 1 September-30 November 2024.
"Kebijakan sebelumnya mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19. Namun, untuk saat ini kondisi ekonomi sudah membaik. Sehingga dilakukan penyesuaian untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang kami terapkan tidak hanya berkeadilan, tetapi juga lebih tepat sasaran," ucapnya.
"Kami percaya bahwa dengan kebijakan ini, kami dapat memberikan perlindungan yang lebih baik kepada masyarakat berpenghasilan rendah," lanjut dia.
Lusiana mengatakan, langkah ini merupakan bagian dari upaya Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan keadilan sosial dalam sistem perpajakan, dengan memastikan bahwa penerapan pajak lebih tepat sasaran.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi ketimpangan ekonomi dan membantu menjaga stabilitas sosial di ibu kota, serta membangun masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan di masa depan.
Sementara itu, Ketua Forum Warga Kota (Fakta) Indonesia, Ari Subagio, menilai kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait pengenaan PBB-P2 sudah objektif.
Ari mengatakan, pengenaan besaran PBB-P2 kepada wajib pajak (WP) sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pemberian Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan serta Kemudahan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2024.
"Belaid ini diterbitkan sebagai implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk menciptakan keadilan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya agar lebih tepat sasaran," ujarnya.
Ari menjelaskan, pada Pasal 3 Pergub Nomor 16 Tahun 2024, Pemprov DKI Jakarta menerapkan kebijakan Pembebasan Pajak 100 persen bagi WP yang memiliki satu rumah tinggal milik pribadi dengan NJOP sampai dengan Rp 2 Miliar.
"Melalui kebijakan ini sangat jelas, tidak ada warga miskin yang terbebani PBB-P2. Mana ada orang dengan nilai aset di atas Rp 2 miliar masuk kategori miskin?," terangnya.
Menurut Ari, Pergub Nomor 16 Tahun 2024 juga mengatur jika WP mempunyai lebih dari satu objek pajak bernilai lebih Rp 2 miliar maka pembebasan akan diberikan kepada NJOP terbesar sesuai kondisi data pada sistem perpajakan daerah per 1 Januari 2024.
"Kebijakan ini kalau saya nilai pun masih memberikan keberpihakan tidak hanya bagi warga miskin, tapi juga kelas menengah di Jakarta," ungkapnya.
Ari menegaskan, pajak juga sangat penting untuk membiayai pembangunan fisik maupun non-fisik. Kebijakan PBB-P2 di Jakarta sudah sangat tepat, warga miskin tak perlu bayar, tapi golongan menengah ke atas yang punya kemampuan harus menunaikan pajaknya.
"Ini adalah bentuk semangat gotong royong, orang kaya membantu yang miskin dengan menunaikan pajak. Sebab, dari pajak ini warga miskin bisa merasakan bantuan dari sesamanya yang kaya melalui manfaat program pembangunan fisik dan non-fisik. Termasuk, beragam pemberian bantuan sosial mulai dari KJP, Kartu Lansia Jakarta hingga Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta," bebernya.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher