tirto.id - Pemerintah Kota Surabaya menyikapi adanya pelabelan warna hitam maupun merah pekat pada peta persebaran COVID-19 di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur itu.
Dilansir dari Antara, Jumat (5/6/2020), Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya M. Fikser menolak adanya kategori warna hitam maupun merah pekat sebagai penanda persebaran kasus COVID-19.
Menurut Fikser sesuai dengan tahapan protokol masyarakat produktif dan aman COVID-19 yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya ada empat warna dalam peta persebaran COVID-19 yakni hijau, kuning, oranye dan merah.
"Sedangkan warna merah tua (pekat) dan hitam, tidak ada dalam tahapan protokol itu," kata Fikser.
Fikser lantas menjelaskan dalam pedoman yang telah ditentukan BNPB, warna hijau ada pada level 1 adalah aman. Artinya, risiko penyebaran virus ada tetapi tidak ada kasus positif. Sedangkan warna kuning ada pada level 2 adalah risiko ringan. Artinya penyebaran terkendali tetapi ada kemungkinan transmisi lokal.
Kemudian warna oranye pada level 3 adalah risiko sedang. Artinya, risiko tinggi penyebaran dan potensi virus tidak terkendali. Sedangkan warna merah level 4 adalah risiko tinggi yang berarti penyebaran virus tidak terkendali.
"Jadi ini (warna) yang kami tahu. Kalau warna merah pekat itu kami tidak pernah tahu, apalagi warna hitam. Jadi dalam pemberian warna itu seharusnya berpedoman pada aturan-aturan yang sudah ada," kata Fikser.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Surabaya ini menegaskan bahwa berdasarkan tahapan pada pedoman BNPB tersebut warna merah berada pada level tertinggi dan bukan hitam atau merah pekat.
Untuk itu, Fikser meminta penjelasan dari pihak yang menyebut warna merah pekat atau hitam untuk Kota Surabaya.
"Kalau ada yang menyebut label warna merah pekat dia itu punya level kriterianya seperti apa? Jadi, biarkan pemkot bekerja untuk mengurus warga Surabaya," tegasnya.
Pernyataan Fikser tersebut menanggapi komentar dari Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jawa Timur Joni Wahyuhadi yang menyebut Kota Surabaya terlihat berwarna hitam dalam beberapa hari terakhir. Menurut Joni warna hitam menunjukkan kasus COVID-19 di daerah tersebut lebih dari 1.025 kasus.
Pemerintah Kota Surabaya, kata Fikser memilih fokus untuk melakukan percepatan penanganan COVID-19 dengan pemutusan mata rantai di level bawah dari pada harus mengurusi pelabelan warna.
"Alangkah baiknya jika pemerintah itu lebih fokus bekerja pada penanganan COVID-19. Salah satunya dengan melakukan percepatan-percepatan melalui rapid test massal dan diikuti swab," katanya.
Perkembangan kasus positif Corona atau COVID-19 di Indonesia terus naik, total menjadi 28.818 orang per 4 Juni 2020.
Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan penambahan kasus terbanyak per hari ini, yakni 109 orang sehingga total kasus menjadi 1.142 orang. Kasus baru di Kalimantan Selatan ini kontak erat dengan dua pasar.
Sementara Jawa Timur yang beberapa hari terakhir menjadi yang tertinggi hanya tercatat kasus baru 90 kasus, sehingga total menjadi 5.408. Dalam laman infocovid19.jatimprov.go.id, data per Kamis (4/6/2020) kemarin menunjukkan Kota Surabaya masih menjadi yang tertinggi adanya kasus positif COVID-19 yakni sebanyak 2.828.
Presiden Joko Widodo bahkan meminta gugus tugas memberikan atensi kepada Jawa Timur dan dua provinsi lainnya Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan dalam penanganan Covid-19. Jokowi ingin ada penurunan kasus di ketiga daerah tersebut.
"Saya ingin kita konsentrasi, Gugus Tugas maupun kementerian, TNI dan Polri utamanya, konsentrasi di tiga provinsi yang angka penyebarannya masih tinggi. Yaitu di Jawa Timur, di Sulawesi Selatan, dan di Kalimantan Selatan. Tolong ini dijadikan perhatian khusus," kata Jokowi dalam rapat terbatas yang digelar secara daring, Kamis (4/6/2020).
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Bayu Septianto