tirto.id - Bangladesh akan melakukan pemilihan umumnya yang ke-11 pada Minggu (30/12/2018) lusa . Seperti diwartakan Al Jazeera, pemilu tersebut akan diadakan di tengah kondisi ketidakpercayaan yang mendalam, kekerasan yang meluas, serta perselisihan antara pemerintah dan oposisi.
Kepemimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina Wazed (71) selama sembilan tahun (2009-2018), ia dituduh menyebabkan merayapnya otoriterisme, menghancurkan saingan politik, dan kebebasan media yang dibatasi.
Pemilihan ini akan diikuti oleh lebih dari 100 juta orang. Partai pemenang akan membentuk kabinet untuk lima tahun ke depan.
Menurut data dari laman resmi Parlemen Bangladesh, pemilu memperebutkan 350 kursi yang terdiri dari 300 kursi parlemen yang dipilih melalui pemungutan suara dan 50 kursi disediakan untuk wanita yang didistribusikan berdasarkan pembagian suara proporsional dari partai-partai yang bersaing.
Hasina tengah bertarung untuk jabatan keempat kalinya lewat partai Liga Awami (AL). Hasina melawan partai oposisi Jatiya Oikya Front (Front Persatuan Nasional) yang dipimpin oleh Kamal Hossain (82), politisi sekaligus mantan Menteri Hukum pertama (1971) dan mantan Menteri Luar Negeri (1974) di Kabinet Sheikh Mujibur Rahman
Front Persatuan Nasional ini berafiliasi Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) yang dikepalai oleh Khaleda Zia (73). Zia pernah menjabat sebagai perdana menteri dua kali Bangladesh.
Kini ia tengah mendekam di penjara ibu kota Dhaka sejak Februari. Zia dipenjara karena kasus korupsi dan dilarang ikut dalam Pemilu.
Selama tiga dekade, Hasina dan Zia terlibat persaingan panjang dalam pergantian kekuasaan.
Pemilihan parlemen Bangladesh dipandang sebagai ujian bagi masa depan demokrasi di negara kedelapan terpadat di dunia ini.
LSM regional memperkirakan bahwa Aliansi Besar Hasina yang telah menguasai negara kemungkinan akan memenangkan sebanyak 248 kursi. Ini tentu menyudutkan partai oposisi.
Ketika diwawancara ekslusif dengan The Indian Express pada Rabu (26/12/2018), Hossain mengatakan jika ia bukan penantang.
Ia hanya bekerja untuk memulihkan supremasi hukum, demokrasi di Bangladesh. Pada 1972 ia dianggap sebagai arsitek konstitusi Bangladesh.
“Saya menunggu hari pemilihan. Hari pemilihan adalah hari pembebasan. Ini akan menjadi hari pembebasan kedua jika ini adalah pemilihan yang bebas dan adil," katanya.
Human Right Watch mengatakan pemilihan sedang dilakukan dalam lingkungan politik yang represif.
Di tengah kekhawatiran internasional tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan, "semua pemangku kepentingan untuk memastikan lingkungan yang bebas dari kekerasan, intimidasi dan paksaan sebelum, selama dan setelah pemilihan," ujarnya.
Editor: Yandri Daniel Damaledo