tirto.id - Realisasi pembiayaan utang pemerintah pada Maret 2020 berada di kisaran Rp76,5 triliun atau setara 21,7 persen dari target APBN 2020 sebesar Rp351,9 triliun.
Realisasi pembiayaan utang Maret 2020 tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan pada Februari 2020 yang berada di kisaran Rp115,6 triliun setara 32,8 persen dari APBN.
Jika dibandingkan dengan realisasi pada Maret 2019, maka posisi Maret 2020 ini mengalami kontraksi 57,2 persen dari posisi tahun sebelumnya di angka Rp178,6 triliun.
Secara lebih rinci realisasi SBN (neto) mencapai Rp83,9 triliun atau 21,6 persen dari APBN. Nilai ini lebih rendah dari Maret 2019 yang masih di kisaran Rp185,8 triliun atau setara 47,8 persen dari target APBN senilai Rp389,3 triliun. Dari sisi pertumbuhannya, SBN terkontraksi hingga 53,8 persen year on year (yoy)
Sementara realisasi pinjaman (neto) tercatat mengalai kontraksi Rp7,4 triliun atau 19,8 persen dari target APBN. Nilainya tumbuh 2,1 persen persen yoy.
Pada Februari 2020 lalu pemerintah mencatat ada penambahan pinjaman Rp1,7 triliun setara minus 4,6 persen dari target APBN di kisaran minus Rp37,5 triliun.
Dalam Maret 2020 ini, pemerintah juga merealisasikan belanja pembayaran bunga utang Rp73,8 triliun setara 25 persen dari APBN 2020 yang ditargetkan mencapai Rp295,2 triliun. Nilai ini tumbuh 4,6 persen dari posisi tahun 2019 yang terealisasi Rp70,6 triliun.
Sri Mulyani mencatat pada Maret 2020, pembiayaan pemerintah menemui tantangan. Pasalnya banyak pelaku pasar melepas kepemilikan SBN. Ke depannya tantangan ini juga masih akan menjadi-jadi karena perlambatan perekonomian global.
Mayoritas investor sedang menghadapi ketidakpastian sehingga mereka menggerakkan uang dan aset-nya ke posisi yang lebih aman.
“Dalam situasi pasar bond atau obligasi dalam dan luar negeri ini semua mengalami keguncangan akibat Covid-19,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana