tirto.id - Posisi utang pemerintah per Februari 2020 berada di angka Rp115,6 triliun. Nilai itu setara 32,8 persen dari batas yang ditetapkan pemerintah di angka Rp351,9 triliun sesuai APBN 2020.
Nilai utang ini masih di bawah realisasi Februari 2019 yang berada di kisaran Rp199,5 triliun atau 55,5 persen dari target APBN di angka Rp359,3 triliun. Dengan demikian, pertumbuhan utang ada Februari 2020 kontraksi minus 42,1 persen yoy masih lebih baik dari posisi Februari 2019 yang tumbuh 240,9 persen.
Jika dirinci porsi utang Indonesia masih didominasi oleh realisasi SBN (neto) di kisaran Rp113,9 triliun atau 29,2 persen dari target APBN di angka Rp389,3 triliun. Kedua realisasinya berasal dari pinjaman (neto) di angka Rp1,7 triliun yang artinya ada penambahan utang baru di Februari 2020.
Pasalnya pada Januari 2020 lalu pemerintah telah melakukan pembayaran utang sehingga realisasinya minus Rp3,8 triliun.
Dari semula realisasinya positif 10,2 persen dari target APBN 2020 di Januari 2020, realisasi per Februari 2020 kini minus 4,6 persen mendekati batas minus 37,5 persen dari target APBN 2020.
Penurunan pembiayaan utang dari realisasi SBN Neto dinilai merupakan strategi pemerintah untuk menjaga keberlajnutan fiskal APBN 2020.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menyatakan pemerintah akan berhati-hati bermanuver di tengah pasar yang bergejolak usai sentimen Corona dan penurunan harga minyak dunia.
“Kondisi market masih sangat volatile kita opportunistic melihat kesempatan kita. Misalnya kita belum masuk ke market global bond. Market masih sangat volatile,” ucap Luky dalam live di akun Youtube Kemenkeu, Rabu (18/3/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz