tirto.id - Indonesia kedatangan vaksin COVID-19 tahap ke-43 dan 44, pada 27 Agustus 2021. Sebanyak 5 juta dosis vaksin jadi CoronaVac produksi Sinovac (tahap 43) tiba dan berasal dari kerja sama bilateral Bio Farma dan Sinovac.
Total dosis yang didatangkan ke Indonesia capai 25 juta dosis, yang sebelumnya sudah diterima sebanyak 4x pada 13, 16, 20, dan 23 Agustus 2021 dengan tiap kedatangan membawa sebesar 5 juta dosis.
Di hari yang sama, sebanyak 1.086.000 dosis vaksin produksi AstraZeneca (tahap 44) juga tiba, yang berasal dari hasil pembelian langsung oleh pemerintah.
"Dengan hadirnya kedua vaksin tersebut, berarti Indonesia sudah kedatangan vaksin COVID-19 sebanyak 208,7 juta dosis," ujar Sekretaris Perusahaan sekaligus Juru Bicara COVID-19 Bio Farma, Bambang Heriyanto, Jumat (27/8/2021) dikutip dari laman satgas Covid.
Ia juga menjelaskan, pemerintah terus berupaya mendatangkan vaksin untuk mengamankan stock vaksin COVID-19. Menurut data Kementerian Kesehatan per 26 Agustus 2021 pukul 17.00 dari 34 Provinsi hanya satu provinsi yang stok vaksinnya dibawah 14 hari.
Dia memaparkan, vaksin yang telah terdistribusi sebanyak 123.256.044. Dari jumlah tersebut CoronaVac 1 dosis sebanyak 3 juta dosis, vaksin COVID-19 Bio Farma sebanyak 89.366.140 dosis, AstraZeneca sebanyak 15.982.584 dosis, Moderna sebanyak 7.558.810, CoronaVac 2 dosis sebanyak 6.848.644 dosis, dan Sinopharm dari hibah 499.866 dosis. Adapun total vaksin yang terdistribusi selama 1-26 Agustus 2021 saja mencapai 36.631.654 dosis.
"Bio Farma senantiasa akan terus mendistribusikan vaksin COVID-19 ke lokasi yang membutuhkan sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan," ujarnya.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi. menyambut baik posisi Indonesia yang menduduki peringkat 6 dunia dalam hal jumlah orang yang telah divaksin dan posisi ke 7 dunia dalam hal jumlah dosis vaksinasi. Saat ini lebih dari 92.8 juta penduduk indonesia telah divaksin dua kali maupun satu kali.
"Bagus dan harus dilanjutkan," ujar Prof. Miko sapaan Prof Soedjatmiko ditanya soal capaian vaksinasi di Indonesia.
Meski demikian, dia memandang perlunya diperbanyak lokasi vaksinasi. Kemudian Prof.Miko juga menilai butuhnya perbaikan dalam koordinasi penghitungan kebutuhan, pengiriman, dan distribusi vaksin.
Ditanya soal masih ada masyarakat yang enggan divaksin, Prof. Miko menegaskan, jangan menunggu terpapar baru menyadari bahaya COVID-19 dan pentingnya vaksinasi.
"Jangan sampai menyesal kalau kena COVID-19, masuk ICU atau meninggal. Ekonomi dan masa depan keluarga yang ditinggalkan akan parah, kita masih pandemi," kata Prof. Miko.
Sementara itu, pakar Imunisasi, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH. DSc menambahkan, untuk mengendalikan pandemi, target imunisasi adalah mencapai minimal 70% dari total penduduk untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok. Menurutnya, saat ini Indonesia baru mencapai 21%. Tentu negara dengan penduduk lebih kecil dr Indonesia bisa lebih mudah mendekati angka 70%.
dr. Jane mengatakan, mengingat jumlah vaksin terbatas maka untuk memutuskan rantai penularan virus, pemerintah daerah diharapkan dapat mendahulukan daerah yang kasus COVID-19 yang paling banyak. Umumnya kasus banyak pada daerah yang lebih padat penduduk dan mobilitas tinggi.
"Dengan cara ini otomatis cakupan imunisasi akan lebih cepat meningkat dibanding vaksin yang ada di distribusi secara merata," ujar Doktor Bidang Penelitian Pelayanan Kesehatan dari Erasmus University, Netherland ini.
dr. Jane juga mengingatkan bagi masyarakat yang enggan divaksin, bahwa varian delta jauh lebih cepat menular dan perjalanan penyakit dua kali lebih cepat dan mematikan.
"Sebanyak 99% kasus COVID-19 di Amerika Serikat adalah mereka yang belum diimunisasi, kelompok anti vaksin dan anti masker," tegas dr. Jane.
Editor: Yantina Debora