Menuju konten utama

Pemerintah Diminta Lindungi Para Pekerja SKT

Koalisi Perempuan Indonesia mendorong dipertahankannya kebijakan yang melindungi para pekerja perempuan dan regulasi terhadap industri SKT.

Pemerintah Diminta Lindungi Para Pekerja SKT
Pekerja mengenakan sarung tangan dan masker guna pencegahan penularan COVID-19 melinting rokok sigaret kretek tangan di pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) mitra PT HM Sampoerna, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (16/6/2020). ANTARA FOTO/Siswowidodo/hp.

tirto.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah bijak dalam menetapkan peraturan di sektor padat karya, salah satunya cukai hasil tembakau (CHT) di tahun 2023. Kenaikan tarif yang terlampau tinggi akan merugikan berbagai pihak, termasuk tenaga kerja di IHT dan seluruh mata rantai industri sehingga berpotensi memunculkan permasalahan di kemudian hari.

Anggota Komisi XI DPR RI Willy Aditya meminta kepada pemerintah hati-hati dalam menetapkan kebijakan CHT yang melibatkan berbagai komponen di dalamnya, termasuk pekerja pelinting sigaret kretek tangan (SKT). Willy juga menegaskan pemerintah perlu melihat CHT dalam bingkai yang seimbang antara sumbangan pendapatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kontribusinya bagi mata rantai pemangku kepentingan IHT .

”Saya berkeyakinan pemerintah akan bijak menentukan kewajaran angka kenaikan cukai hasil tembakau. Proyeksi-proyeksi ekonomi yang dipatok pemerintah juga perlu menjadi pertimbangan apakah perlu atau tidaknya menaikkan CHT,” katanya di Jakarta, Senin (24/10/2022).

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka mengklaim pihaknya juga memperhatikan pekerja/buruh perempuan di sektor SKT yang menjadi bagian dari mata rantai IHT. Koalisi Perempuan Indonesia selama ini menaungi anggota perempuan yang di dalamnya, termasuk buruh perempuan, pekerja di sektor industri (pabrik), hingga perempuan petani, nelayan, pekerja migran, dan pekerja rumah tangga.

“Pekerja SKT adalah aktor utama dari keberhasilan industri, yang menentukan hasilnya bagus atau tidak,” katanya

Dia mengatakan, para pelinting SKT ini seharusnya tidak lagi diposisikan sebagai perempuan pencari nafkah tambahan, tetapi pencari nafkah utama. “Perempuan di industri rokok seharusnya dipandang secara setara karena kecakapan dan kapasitasnya,” ujarnya.

Para pekerja ini, kata Mike, sempat mengalami situasi yang tidak baik saat pandemi, seperti mengalami pengurangan jam kerja dan bahkan pemberhentian kerja.

“Selama pandemi, pekerja perempuan yang dirumahkan atau yang tetap bekerja mengalami beban ganda karena kebijakan pembatasan fisik dan sosial,” katanya.

Itulah sebabnya, dia mendorong dipertahankannya kebijakan yang melindungi para pekerja perempuan ini, termasuk juga regulasi terhadap industri SKT yang menaunginya. Industri SKT dapat menjadi wadah pemberdayaan perempuan yang mendorong kemandirian para pekerja SKT.

Eksistensi industri SKT dan pekerjanya yang ada saat ini perlu dilindungi melalui kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan industri yang padat karya serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan pekerjanya. Mike menilai pemerintah perlu terus memastikan agar implementasi kebijakan perlindungan sektor padat karya dapat berjalan dengan baik.

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN CUKAI ROKOK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin