Menuju konten utama

Pemerintah Didesak Selidiki Kematian Bocah di Sugapa Intan Jaya

Tuntutan koalisi yakni memastikan proses penyelidikan secara menyeluruh kasus dugaan pembunuhan di luar hukum tidak terbatas pada para pelaku di lapangan.

Pemerintah Didesak Selidiki Kematian Bocah di Sugapa Intan Jaya
Ilustrasi Penembakan. foto/IStockphoto

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil menuntut pemerintah memastikan proses penyelidikan dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap Melianus Nayagau, bocah lelaki yang diterjang peluru aparat di Sugapa, Intan Jaya, Papua.

"Kami menilai dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap Melianus telah melanggar hak untuk hidup, serta hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005," ujar peneliti Amnesty International Indonesia Ari Pramuditya, Selasa (9/3/2021).

Dugaan tindak pidana yang dilanggar oleh aparat keamanan adalah menghilangkan nyawa dan/atau kekerasan secara bersama-sama dan/atau penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan mengakibatkan kematian, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 juncto Pasal 170 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 351 ayat (2) dan (3) KUHP.

Berdasarkan catatan koalisi, sejak Januari hingga pekan pertama Maret 2021, ada enam penembakan di luar hukum di Papua, dan lebih dari 60 persennya atau empat peristiwa, terjadi di Intan Jaya.

"Dari enam penembakan itu, separuhnya diduga melibatkan aparat keamanan dari TNI maupun Polri," ucap Ari.

Kejadian tersebut menambah daftar pembunuhan di luar hukum di Papua, yang mencapai 22 kasus dengan 33 korban di tahun 2020. Rentetan pembunuhan ini mengakibatkan warga sipil hingga mereka harus mengungsi.

Tuntutan koalisi yakni memastikan proses penyelidikan secara menyeluruh kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat keamanan di Kabupaten Intan Jaya secara efektif, independen, dan imparsial; memastikan proses penyelidikan dan penuntutan tidak terbatas pada para pelaku di lapangan, namun juga diarahkan pada kemungkinan keterlibatan para pemberi perintah, apapun pangkatnya.

Lantas, menjamin adanya tuntutan hukum terhadap para pelaku pada pengadilan sipil jika ada bukti-bukti yang cukup dalam persidangan; menjamin semua bentuk ganti pemulihan yang berdasarkan metode ganti rugi tradisional tidak menghentikan proses penyelidikan dan penuntutan atas pelanggaran hukum; menjamin seluruh korban dan keluarganya bisa mendapatkan reparasi yang efektif dan menyeluruh sesuai dengan standar-standar internasional; dan mengevaluasi pendekatan keamanan yang diterapkan di Papua guna mengakhiri siklus kekerasan yang menimbulkan korban dari warga sipil.

Sementara itu, Kapen Kogabwilhan III Kol Czi IGN Suriastawa mengklarifikasi bahwa korban kontak tembak adalah personel kelompok bersenjata, bukan Melianus. Hal itu diketahui dari barang bukti yang didapatkan aparat.

Dipastikan "Wajah, ciri dan atribut korban (gelang dan cincin) sama dengan foto-foto yang ada di telepon genggamnya, dan itu menjadi bukti kuat bahwa yang bersangkutan adalah kelompok bersenjata," ucap Suriastawa, Senin (8/3).

Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka Sebby Sambom mengklaim pihaknya tidak menembak mati Melianus.

"TNI-Polri yang tembak itu," kata dia ketika dikonfirmasi Tirto, Selasa (9/3/2021).

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN DI PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto