Menuju konten utama

Pemerintah Antisipasi Aplikasi Temu dengan Pengetatan Aturan

Menurut pejabat di Kementerian Koperasi dan UKM, salah satu aturan yang harus dipenuhi adalah punya kantor perwakilan di Indonesia.

Pemerintah Antisipasi Aplikasi Temu dengan Pengetatan Aturan
Warga menggunakan perangkat elektronik untuk berbelanja secara daring di salah satu situs belanja di Depok, Jawa Barat, Kamis (4/1/2024). Indonesia E-Commerce Association (idEA) menyatakan optimis terhadap peningkatan transaksi di platform e-commerce di tahun 2024, tren positif belanja online diyakini masih terus berlanjut didukung oleh konsumen yang semakin terbiasa dan nyaman dengan belanja menggunakan platform digital. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.

tirto.id - Pemerintah akan mengantisipasi hadirnya aplikasi baru bernama Temu dengan pengetatan aturan, mengingat aplikasi e-commerce ini sudah beroperasi di beberapa negara.

Asisten Deputi Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Herfan Brilianto Mursabdo, mengungkapkan langkah antisipasi ini akan didasarkan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Permendag ini mengatur tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Alih-alih menahan agar Temu tidak masuk ke Indonesia, pemerintah memilih untuk mengatur ketat aplikasi asal Cina itu.

“Seperti misalnya di dalam salah satu pasalnya, yaitu pasal 18, itu ada kewajiban untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ini untuk memiliki perwakilan di Indonesia, yang untuk wilayah operasinya di Indonesia,” kata Herfan dalam Media Briefing: Perkembangan Kebijakan Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan dan UMKM, di Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Dengan hadirnya kantor perwakilan di Indonesia, perusahaan e-commerce tersebut harus memenuhi aturan-aturan lain yang berlaku di Tanah Air. Di sisi lain, Herfan mengakui bahwa barang yang dijual di Temu akan lebih murah dari harga pasaran.

Di Temu, produsen dengan kapasitas produksi besar seperti pabrik bisa menjual barangnya langsung kepada konsumen. Karena itu, jika Temu masuk nanti, pemerintah juga bisa menerapkan harga minimal.

“Dalam Permendag ada pasal yang mensyaratkan kewajiban minimum pricing untuk kegiatan lintas negaranya. Tepatnya di Pasal 19, di mana di situ minimal harganya adalah US$100 dolar untuk pengiriman barang,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah tidak bisa menahan atau memastikan agar inovasi baru seperti Temu tidak akan muncul di Indonesia. Bahkan, menurut Herfan, meski tidak ada Temu, akan ada aplikasi e-commerce lain yang muncul.

“Nah, ini adalah bagian dari bagaimana kita perlu mempelajari secara terus menerus dampak dari inovasi-inovasi digital terhadap ekosistem yang sudah ada,” imbuhnya.

Sementara itu, munculnya aplikasi-aplikasi e-commerce seperti Temu menjadi PR besar pemerintah. Apalagi, pemerintah punya target agar di akhir 2024 ada 30 UMKM yang masuk ke dalam ekosistem digital.

Namun, sampai saat ini UMKM yang sudah onboarding di dalam platform digital baru mencapai 24 juta.

“Ini memang menjadi PR yang cukup besar. Karena lagi-lagi terkait UMKM, PR kita pertama adalah meningkatkan literasi digital yang terlebih dahulu,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Terkait program literasi digital bagi UMKM sebetulnya kita mencoba untuk mengajarkan atau mengajak UMKM-UMKM kita yang jumlahnya 64 juta untuk mulai masuk ke dalam platform digital,” jelas Herfan.

Baca juga artikel terkait APLIKASI TEMU atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi