tirto.id - Pemerintah berencana kembali melakukan pemekaran 2 provinsi di Papua. Dua provinsi baru itu antara lain Provinsi Papua Selatan dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Namun, bukannya menyelesaikan masalah, pemekaran justru diprediksi akan bikin ketimpangan antara orang asli Papua dan pendatang makin parah.
"Pemekaran itu akan makin menghancurkan dan makin membuat orang Papua jadi korban," kata Direktur Sekretariat Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC FP) Yuliana Languwuyo di Palmerah, Jakarta Barat pada Jumat (15/11/2019).
Yuliana juga menjelaskan, pemekaran memang membawa potensi ekonomi baru di wilayah tersebut. Di sisi lain, pemekaran justru menjadi magnet bagi pendatang.
Terlebih pemekaran tidak dilakukan seiring dengan peningkatan kapasitas orang asli Papua. Akhirnya potensi ekonomi di wilayah baru justru lebih banyak dinikmati pendatang dan orang asli Papua hanya jadi penonton.
"Pemekaran membuka jalan masuk membawa pendatang masuk orang papuanya makin terpinggirkan," kata dia.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas, pun memperkuat pernyataan itu.
Menurutnya, wilayah-wilayah yang didominasi oleh pendatang memiliki indeks pembangunan manusia yang lebih tinggi dibanding wilayah yang didominasi warga asli. Hal itu diakibatkan tingkat ekonomi yang lebih baik.
"Oleh karena itu, kalau kita memekarkan makin banyak kabupaten sebetulnya percuma saja. Yang dibutuhkan perbaikan pelayanan publik," kata Cahyo di Palmerah, Jumat (15/11/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Jayapura menjadi wilayah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) paling tinggi di Papua dengan angka 76,97.
Kemudian disusul Biak Numfor (68,8); Mimika (68,74); Kabupaten Jayapura (68,04). dan Merauke (66,03).
Di sisi lain 5 wilayah dengan IPM terendah antara lain Nduga (21,12); Puncak (35,08); Pegunungan Bintang (36,61); Intan Jaya (40,7) dan Memberamo Tengah (40,17).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali