tirto.id - Polisi membubarkan kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dihadiri Presidium Jenderal TNI Purnawirawan Gatot Nurmantyo, Senin (28/9), di Surabaya.
"KAMI tidak melayangkan surat pemberitahuan kepada kepolisian terkait kegiatan tersebut. Di masa pandemi COVID-19, masyarakat yang akan menyelenggarakan kegiatan keramaian diwajibkan untuk mendapatkan rekomendasi dari Satgas Covid-19 yang berada di provinsi, kabupaten maupun kota," ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Mabes Polri, Selasa (29/9/2020).
Acara yang dilangsungkan oleh KAMI tidak memiliki hasil asesmen dari Satgas COVID-19, maka polisi membubarkan acara yang berlangsung di Gedung Juang 45, Museum Nahdlatul Ulama (NU) dan di gedung Jabal Noer.
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan pembubaran mengacu kepada Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya, dan Pemberitahuan Kegiatan Politik.
Trunoyudo menjelaskan, Pasal 6 menyebutkan kegiatan yang sifatnya lokal harus ada perizinan. Bila acara bersifat nasional, maka izin salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.
"Kami ketahui dari beberapa yang dilihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu," kata dia.
KAMI adalah ormas yang didirikan dan berisi para oposisi Jokowi. Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI, termasuk di dalamnya. Baru-baru ini KAMI mengeluarkan surat terbuka kepada Presiden, ditandatangani oleh Gatot, Rochmat Wahab, dan M. Din Syamsuddin, yang salah satu isinya menyebut ada gejala kebangkitan neo-komunisme dan PKI gaya baru di Indonesia.
“Sekarang ini situasi politik seperti tahun 1964/1965, kelompok saling curiga, umat beragama dianiaya. Ini persis pola mereka (PKI)," ucap anggota eksekutif KAMI Adhie Massardi, ketika dihubungi Tirto, Kamis (24/9).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri