tirto.id - Kebutuhan pembiayaan utang di tahun 2021 mencapai Rp1.142 triliun. Angka ini turun dari APBN 2020 sesuai Perpres 72/2020 di angka Rp1.220,5 triliun.
Utang itu digunakan untuk kebutuhan pembiayaan RAPBN 2021 yang mencapai Rp971 triliun. Pada 2021, pemerintah menetapkan defisit 5,5 persen dari PDB.
“Defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati. Pembiayaan utang dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan dan RUU APBN 2021 virtual, Jumat (14/8/2020).
Nilai penerbitan SBN pada 2021, menurut RUU APBN 2021 berkisar Rp1.172 triliun. Angka ini turun tipis dari penerbitan SBN (netto) di Perpres 72/2020 di angka Rp1.173,7 triliun.
Dalam pemenuhannya, Kemenkeu mengatakan pembiayaan utang masih didominasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sri Mulyani masih enggan memaparkan detail mengenai rencana penerbitan SBN ke depannya,
Ia hanya mengatakan penerbitan SBN akan dilakukan dengan oportunistik melihat peluang pasar yang tersedia. Terutama mempertimbangkan supply dan demand yang dapat memengaruhi imbal hasil atau yield SBN.
Rencana penerbitan SBN nantinya akan menggunakan mekanisme partisipasi BI. Baik itu membeli di pasar perdana maupun green shoe option atau pada lelang tambahan bila ada sisa.
“Komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat utang tetap dalam batas yang terkendali. Pemerintah terus meningkatkan efisiensi biaya utang,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti