tirto.id - Pengamat asuransi penerbangan Sofian Pulungan mempertanyakan asal muasal dana yang digunakan dalam operasi pencarian dan penyelamatan dalam kasus kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Ia mengungkapkan, APBN tak boleh dipakai dalam kasus ini. Pasalnya, perusahaan sudah memiliki asuransi guna mengantisipasi kecelakaan. Namun, ia pun menambahkan APBN hanya boleh dipakai sebagai talangan, dan akan diganti ketika dana asuransi cair.
"Setahu saya masih tetap APBN yang digunakan, itu yang saya tanyakan ke SAR bagaimana pembiayaan ini?" ucap Sofian di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/11/2018).
Pasal 62 Ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan juga telah menegaskan bahwa wajib hukumnya seluruh maskapai penerbangan beregistrasi PK (Indonesia) mengasuransikan kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.
Karenanya, ia menuntut Kementerian Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan dapat memberi penjelasan terkait hal ini.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, masing-masing maskapai penerbangan sudah menyiapkan asuransi guna menghadapi masalah seperti ini. Batas atas yang tersedia pun tak main-main, menurutnya, bisa mencapai 750 juta dolar AS atau Rp11,25 Triliun dengan kurs Rp15 ribu.
Biaya asuransi itu pun tak hanya mencakup urusan SAR, tapi juga untuk identifikasi korban tewas, hingga mengakomodir keluarga korban untuk mendatangi TKP kecelakaan pesawat.
Tim gabungan Basarnas sendiri telah menerjunkan ratusan personel dan sejumlah helikopter hingga kapal dalam operasi ini. Pada hari ketiga, tim gabungan mengerahkan 858 personel, enam helikopter dan 44 kapal untuk melakukan pencarian di lokasi kejadian.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yantina Debora