tirto.id - Pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terus menginvestigasi kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 dengan nomor penerbangan JT-610 milik Lion Air.
Pemerintah berhasil memperoleh bagian blackbox. Pihak KNKT memastikan bahwa barang yang ditemukan bagian dari Flight Data Recorder (FDR), yakni crash Surviveable Memory Unit (CSMU).
Saat ini, pihak KNKT sedang mengeringkan CSMU untuk membaca FDR. Nantinya, mereka bisa mengetahui kecepatan pesawat, ketinggian pesawat, hingga putaran mesin.
"Kalau sudah benar kami pakai para investigator untuk menganalisa. Nah proses dari mengunduh binary data atau raw data sampai diverifikasi data itu benar butuh sekitar 1-2 Minggu," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di Gedung KNKT, Jakarta Jumat (2/11/2018).
Koordinator Air Safety Investigation KNKT Oni Soerjo Wibowo mengatakan, KNKT bisa langsung melakukan analisa dugaan kecelakaan JT 610 dengan FDR. Akan tetapi, mereka tetap mencari CVR untuk meyakinkan hasil investigasi.
"Sebetulnya kalau misalkan yang ketemu hanya FDR ya sudah kita pakai data yang ada. Tapi kalau misalkan ada CVR kan suaranya lebih bagus toh. Ada suara kaptennya ngomong apa atau komunikasi apa kan akan lebih bagus," kata Ony di KNKT, Jakarta.
Oni mengatakan, analisa FDR dan CVR tidak sebentar. Mereka perlu menelaah suara maupun data yang diberikan dari blackbox. Mereka perlu merekonstruksi situasi di cockpit sebelum mengambil putusan.
Oni pun tidak mau berspekulasi waktu analisa. Namun, mereka perlu setidaknya satu Minggu untuk mentranskrip isi data FDR. Mereka pun harus membuat laporan awal kecelakaan pesawat dalam kurun satu bulan. Setelah penerbitan laporan awal, mereka melakukan investigasi menyeluruh terkait kasus JT 610.
"Kami diberi waktu satu tahun untuk menyelesaikan laporan ini secara tuntas. syukur-syukur bisa lebih cepat. lebih panjang juga mungkin kalau kompleksitas permasalahan juga cukup tinggi," kata Oni.
Terkendala Kabel
Meskipun sudah mempunyai alat, KNKT tetap punya kendala. Soerjanto mengatakan, pihak KNKT belum bisa mengambil data dari FDR. Ia beralasan, KNKT perlu kabel khusus untuk menganalisa isi FDR.
"Itu kalau sudah bisa langsung didownload 1 Minggu 2 minggu. cuma karena kabelnya belum ada ya nunggu 2-3 kabelnya baru ada baru bisa unduh," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di Gedung KNKT, Jakarta, Jumat.
Soerjanto mengatakan, kabel tersebut mirip seperti kabel printer, tetapi dengan bentuk khusus. Kabel tersebut hanya diproduksi di Amerika serikat. Mereka pun belum membeli karena harga kabel tersebut mahal.
"Kami di KNKT hanya menyediakan 3 jenis karena kabelnya 13 ribu-15 ribu dolar AS. mahal. jadi kita nggak bisa spare semua kabel jenisnya," sebjt Soerjanto.
Meskipun barang hanya ada di Amerika, KNKT sudah meminjam kepada pihak Amerika. Peminjaman alat pun sudah dilegalkan karena negara-negara sudah meratifikasi protokol untuk masalah penerbangan. Ia yakin tidak akan ada intervensi seperti isu kasus Silk Air pada tahun 1997.
"Selama hidup saya gak pernah ada intervensi baik mau dari presiden dari menteri dari siapapun Airlines. Sumpah demi Allah saya gak ada intervensi," kata Soerjanto.
Soerjanto meminta publik tidak berpikir negatif seperti upaya intervensi akibat meminjam kabel kepada otoritas Amerika. Ia mengingatkan kalau prioritas utama adalah untuk mencari fakta dari FDR bukan berprasangka buruk.
"Jangan punya praduga yang gak-gak dipikirin. Pikirin bagaimana bisa mendownload. yang punya cuma di sana mas. jadi ya mau digimanain lagi. kecuali pabriknya di Cimahi ya," kata Soerjanto.
Di sisi lain, Ony menerangkan kalau Indonesia sudah bisa membaca data FDR sejak tahun 2009. Oleh sebab itu, mereka sudah bisa melakukan analisis sendiri.
"Indonesia punya fasilitas pembacaan FDR . FDR itu adalah flight data recorder dan cockpit data recorder. Pembacaan analisis FDR ini kita lakukan sendiri karena kita tahu caranya dan mampu menginterpretasikan seluruh para meter yg ada di FDR," kata Ony.
Ony menyatakan, fasilitas FDR Indonesia sudah berhasil membaca ratusan recorder pesawat. Fasilitas ini tidak hanya digunakan untuk masalah penerbangan Indonesia tetapi juga luar negeri. Ia menyebut, Myanmar dan Malaysia pernah dibantu oleh alat pembaca FDR Indonesia.
Meskipun bisa sendiri, Indonesia tetap perlu bantuan asing. Bantuan diperlukan apabila mereka tidak mampu menganalisa data. Namun, semua di bawah komando KNKT Indonesia.
"Kalau kita enggak tahu parameter tertentu yang lebih merinci maka tugas negara-negara ini lah yang memberi bantuan teknis atau analisis untuk menerjemahkan parameter tersebut," kata Ony.
Di saat yang sama, Wakil Ketua KNKT Haryo Satmiko menegaskan, investigasi KNKT tidak akan menguntungkan pihak tertentu. Ia menegaskan, KNKT Indonesia sudah menandatangani pakta kerja sama sehingga tidak mungkin berpihak. Ia pun memastikan investigasi independen meskipun bersinggungan dengan perusahaan besar seperti Boeing.
"Nggak dong kita independen. ini untuk kemanusiaan. yakin lah," kata Haryo di Gedung KNKT, Jakarta.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yantina Debora