tirto.id - Sikap Mabes Polri terhadap rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) melunak. Sebelumnya Mabes Polri bersikukuh akan mengusulkan rencana itu kendati tidak mendapatkan persetujuan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Baca juga: Polri Bersikukuh Melanjutkan Rencana Pembentukan Densus Tipikor
Dalam pernyataan terbaru pada Jumat (20/10/2017), Kadiv Humas Irjen Pol Setyo Wasisto menyatakan akan mengikuti arahan pemerintah. Ia mengakui bahwa meskipun Densus Tipikor siap sekalipun, apabila pemerintah mengatakan tidak setuju terhadap Densus Tipikor, maka pihaknya mungkin akan menurut arahan pemerintah.
“Itu sudah kami persiapkan, tapi nanti kalau pemerintah ada keputusan lain mungkin kami ikut,” kata Setyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta.
Namun Setyo enggan menjelaskan secara terperinci perubahan sikap Mabes Polri setelah adanya rapat antara Presiden Joko Widodo dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Istana Bogor pada Rabu (18/10) kemarin. Ia hanya menyampaikan bahwa dalam rapat itu pembahasan Densus Tipikor masih dalam pengkajian dan belum ada sikap resmi pemerintah.
“Hasil pembahasan kemarin kami masih belum bisa disampaikan dahulu karena memang masih dalam pengkajian terus, tapi di satu sisi kami juga mempersiapkan diri. Kalau memang ini diizinkan oleh pemerintah kami siap. Kami sudah mempersiapkan segalanya,” tegas Setyo.
Di samping itu, Setyo meyakini bahwa Polri sudah membuat struktur Densus Tipikor yang disusun dari organisasi dan tata lembaga Polri.
Menurut Setyo pula, anggaran sebesar Rp2,6 triliun pun sudah diajukan dan akan dipersiapkan lebih matang. Sedangkan pelatihan-pelatihan personel akan diatur lebih lanjut. Sedangkan untuk gedung Densus Tipikor rencananya akan ditempatkan di bagian gedung Polda Metro Jaya. “Polda Metro kan sekarang akan geser ke lantai 27,” kata Setyo.
Rencananya Densus Tipikor dipimpin oleh Kepala Densus berpangkat bintang 2 yang harus memenuhi kriteria, antara lain memahami betul tentang penyidikan kasus-kasus korupsi. Hal ini diperlukan karena korupsi terbilang berbeda dibandingkan kejahatan lain dan termasuk kejahatan luar biasa.
“Kami kan selalu melakukan pelatihan melakukan penyegaran untuk masalah pendidikan itu. Jadi khusus untuk misalnya, masalah korupsi, kami adakan pelatihan khusus. Untuk masalah perempuan dan anak juga melaksanakan pelatihan seperti itu,” imbuh Setyo lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Agung DH