tirto.id - Wallace Smith Broecker, ilmuwan yang mengenalkan tentang bahaya perubahan iklim dunia, meninggal pada usia 87 tahun, Senin (19/2/2019).
Broecker dikenal sebagai “grandfather of climate science” dan “dean of climate scientists”.
Melansir dari The Guardian, Broecker lahir di Chicago pada tahun 1931 dan dibesarkan di kota Oak Park.
Ia menghabiskan sebagian waktunya di laboratorium Universitas Kolombia sejak 1959 dan sampai hari meninggalnya menjadi profesor dan ilmuwan di universitaas yang sama.
Ia juga merupakan anggota National Academy of Science dan pernah menjadi koordinator riset Biosphere 2, sebuah riset kehidupan lingkungan skala laboratorium.
Pada 1997, Broecker mendapat penghargaan National Medal of Science.
Artikel yang dibuat Broecker pada 1975 membuat istilah “global warming” menjadi sering digunakan oleh para ilmuwan.
Broecker memprediksi peningkatan kadar karbon dioksida dalam atmosfer akan menyebabkan pemanasan yang nyata. Ia juga memperkenalkan istilah sabuk laut yang menghubungkan suhu udara sampai pola hujan dunia.
Pada tahun 1984, Broecker mengatakan kepada para politisi Amerika Serikat tentang penumpukan gas rumah kaca, yang perlu adanya upaya nasional untuk mengetahui tentang operasinya dalam atmosfer, lautan, es, dan kehidupan biosfer.
Menurut Broecker, gas efek rumah kaca dalam atmosfer, misalnya hasil dari gas karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil, memiliki efek yang menghancurkan.
“Kita hidup dalam sistem iklim yang dapat melompat secara tiba-tiba, dari satu negara ke negara lain,” ucapnya pada tahun 1997 seperti dikutip Associated Press.
Michael Oppenheimer, profesor dari Universitas Princeton, mengatakan bahwa penemuan Broecker merupakan hal yang fundamental dalam sejarah iklim dunia.
“Ia melihat dengan jelas pemanasan yang belum pernah terjadi hari ini sejak dulu bahkan ketika hanya sedikit yang mau mendengarkannya,” ucap Oppenheimer seperti dikutip The Guardian.
Broecker mengatakan pemanasan yang disebabkan penumpukan gas rumah kaca bisa cukup mempengaruhi arus laut secara dramatis.
Pada 1970 misalnya, Oppenheimar mengatakan bahwa Broecker tidak tertipu dengan kondisi dingin yang melanda Eropa.
Air asin di Atlantik Utara tenggelam dan mendorong serta menggerakkan arus laut dari Amerika Utara menuju Eropa.
Permukaan air laut yang hangat membuat iklima Eropa tetap dingin. Jika fenomena tersebut tidak terjadi, Eropa mungkin bisa membeku dengan suhu mencapai -6 Celcius.
“Ia merupakan ilmuwan penghasut yang baik, menekankan ide-ide yang tidak populer untuk mengimbangi perubahan iklim. Aku akan merindukannya,” ucap Oppenheimer.
Editor: Yandri Daniel Damaledo