Menuju konten utama

Pelayanan Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika Tumpang-tindih

Berdasarkan hasil pertemuan Ombudsman RI dengan empat kementerian/lembaga ditemukan adanya tumpang-tindih dalam penyelenggaraan IPWL.

Pelayanan Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika Tumpang-tindih
Petugas Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) memeriksa urine saat pemeriksaan narkoba bagi pegawai Kantor Penerimaan Pajak (KPP) Pratama di Temanggung, Jawa Tengah, Senin (26/11/2018). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp.

tirto.id - Ombudsman RI menagih tindak lanjut hasil pertemuan antartiga kementerian/lembaga dalam penyelenggaraan rehabilitasi penyalahgunaan narkotika melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Sejauh ini pembahasan IPWL oleh lembaga pemerintah belum sesuai harapan Ombudsman.

Komisioner Ombudsman RI, Adrianus Meliala menyebut, berdasarkan hasil pertemuan dengan empat kementerian/lembaga ditemukan adanya tumpang-tindih dalam penyelenggaraan IPWL.

Keempatnya, yakni Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

"BNN, Kemenkes, Kemensos itu lebih mikirin dirinya sendiri. Sesuai tupoksinya saja. Lalu kalau kita bicara hal yang bersifat integratif, standar [pelayanan] belum ada. Pembukaan akses secara bersama-sama belum ada, kegiatan sosialisasi bersama-sama belum ada, data bersama belum ada. Kenapa begitu? Ternyata Kemenko PMK-nya tidak berbuat. Masih akan [saja] semua ini. Makanya kami juga bingung," ujar Adrianus di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Senin (14/1/2019).

Temuan itu, kata Adrianus, berawal inisiatif Ombudsman pada Januari 2017 untuk menelaah kebijakan IPWL yang ditangani lintas kementerian/lembaga.

Kemudian, setelah pemantauan, tepatnya Juli 2017, Ombudsman memberikan saran kepada tiga Kemenkes, Kemensos dan BNN.

Selama pemantauan, Ombudsman menemukan indikasi ketidakharmonisan peraturan berupa perundang-undangan, sehingga menimbulkan tumpang-tindih kewenangan kementerian/lembaga dalam pelaksanaan IPWL.

Temuan itu ditindaklanjuti dengan pertemuan kembali antara Ombudsman dengan instansi tersebut, tapi Adrianus masih belum puas dengan perbaikan pelayanan IPWL.

"Menurut kami sih ini semua pada buang badan, cari aman, tidak ada ukuran kinerjanya. Hanya pikirkan output saja, bukan pada outcome atau impact," imbuh Adrianus.

Menurut dia, keempat lembaga pemerintah itu akan dihadirkan kembali dalam satu forum untuk mencari solusi terkait tumpang-tindih kewenangan itu.

Adrianus berenxana melibatkan Kantor Staf Kepresidenan dan Kemenko Polhukam, karena IPWL berkaitan Inpres nomor 6 tahun 2018 tentang rencana strategi nasional pencegahan dan pemberantasan gelap narkotika (P4GN).

Adrianus khawatir ada dampak dari tumpang-tindih aturan terkait IPWL di tingkat kementerian/lembaga dan belum sinkronnya Perpres tentang P4GN berupa penambahan beban pada lembaga pemasyarakatan pada masa mendatang.

"Inpres ini hanya bicara soal P4GN, tidak bicara soal rehab. Padahal P4GN tanpa rehab artinya apa? Semua orang yang jadi pengguna akan dibawa ke penjara. Kan gawat tuh. Kalau semua pengguna dibawa ke penjara, penjara meledak," kata Adrianus.

"Makanya mesti ada koordinasi. Menurut saya inpres harus bersifat komprehensif, di situ ada Kemenko Polhukam mengurus P4GN, lalu ada bridging atau benang merah dengan Kemenko PMK mengurusi rehabnya. Harusnya jadi satu inpres," lanjut Adrianus.

Baca juga artikel terkait PENYALAHGUNAAN NARKOBA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali